Fransisco Guterres Lu Olo, Presiden Timor-Leste Ke-IV
A. Biografi Singkat dan Latar Belakang Pendidikan Fransisco Guterres Lu Ólo
Fransisco Guterres atau yang biasa disebut sebagai
Lú Ólo, lahir di Ossu, Municipio Viqueque, pada tanggal 7 September 1954. Dia
adalah putra dari Felix Guterres dan Elda da Costa Guterres, dan merupakan anak ke-enam dari 8 (delapan)
bersaudara. Istrinya bernama Cidalia Lopes Nobre Mouzinho Guterres. Mereka dianugrahi 4 (empat) orang anak, antara lain; Fransisco Cidalino Guterres, Eldino
Nobre Guterres, Felezito Samora Guterres dan Dalia Guterres.[1] Fransisco
Guterres merupakan nama yang diberikan pada saat Ia dibabtis, sedangkan Lú Ólo
adalah kode gerilya atau kode perjuangan selama perang melawan kolonialisme Indonesia selama masa Invasi di Timor-Leste.[2]
Fransisco Guterrers Lu Olo |
Pada tahun 1963 Lú Ólo memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar Santa
Terezinha (Colegio Santa Terezinha) di Ossu tempat kelahirannya. Setelah lulus dari Santa
Teresihnha College pada tahun 1969, Lú Ólo melanjutkan pendidikannya di Liceu Dili
hingga tahun 1973. Di tahun yang sama Ia kembali lagi ke Santa Teresinha College dan menjadi guru di sekolah tersebut. Pada tahun 1974 Ia kembali ke Dili dengan
tujuan untuk melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi. Namun karena
situasi yang terjadi di Portugal serta kondisi sosial masyarakat yang Ia
saksikan di Timor-Leste membuat Lú Ólo memilih bergabung dengan Fretelin yang
sedang memperjuangkan kemerdekaan Timor-Leste. Lú Ólo meninggalkan pendidikannya
dan bergabung dengan Fretelin pada usia 17 tahun. Pada saat itu Ia bergabung
dengan tentara Força Armada da Libertação de Timor-Leste (Falintil).[3] Paska
kemerdekaan Timor-Leste, pada tahun 2005, Lú Ólo kembali melanjutkan pendidikannya
di Universidade Nasional Timor-Lorosa’e (UNTL) dan memperoleh gelar Strata
Hukum pada tahun 2012.
B. Alasan Lú Ólo Meninggalkan Pendidikan dan Bergabung dengan Fretilin
Alasan Lú Ólo memilih untuk mendedikasikan diri
dalam perjuangan merebut kemerdekaan Timor-Leste, dikarenakan semasa Lú Ólo
masih kecil, Ia sering menyaksikan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh
kolonialisme Portugal pada masa penjajahan tepatnya pada periode 1972-1973,
hingga pada puncaknya ketika terjadi invasi Indonesia di Timor-Timur pada tahun
1975 dan pada massa kolonialisme Indonesia dimana terjadi banyak tindakan
kekerasan yang dilakukan oleh Tentara Indonesia terhadap rakyat Timor-Timur
ditambah lagi terjadinya revolusi bunga di Portugal yang mengakibatkan
tumbangnya rezim Caetano, membuat Lú Ólo memutuskan bahwa hidup atau mati harus
merdeka di atas tanah sendiri. Dalam wawancara yang dilakukan oleh team The
Guardian di Istana Presiden Timor-Leste (Palacio do Governo de Timor-Leste) Lú
Ólo menceritakan bahwa, sejak Invasi Indonesia ke wilayah Timor-Timur pada 1975,
seluruh wilayah Timor-Timur mulai dari Timur hingga Barat hampir tidak sepi
dengan perang yang mengakibatkan banyak koleganya yang tumbang dalam perang
tersebut. “After Indonesian forces
invaded the region in 1975, All of the Timorese territory from east to west was
the stage for war, Many of my comrades perished in the war. Even with the
people in the beginning of the war, I witnessed the killing of the population
by bombardments. Through all of this, it’s what built my character as a
Timorese citizen.[4] Seperti yang dijelaskan oleh Gabriel
Defert bahwa dalam rentang waktu 1975 hingga 1981 atau 6 tahun pertama kependudukan Indonesia,
sekitar 308.000 rakyat Timor-Leste yang kehilangan nyawa. Senada dengan Defert,
Professor George Aditjondro juga mengatakan bahwa sekitar 300.000.00 penduduk
Timor-Leste yang hilang pada tahun pertama setelah Invasi Indonesia.[5]
Dua minggu paska Revolusi Bunga di Lisabon, Portugal, pada 13
Mei , Gubernur Almeida membentuk Komisi Timor untuk Penentuan Nasib Sendiri
yang antara lain, mendorong terbentuknya serikat-serikat sipil.[6]
Akibat dari maklumat 8 Mei 1974 tersebut maka muncullah 5 partai politik yang
mejadi embrio partai politik di Timor-Leste. Kelima partai tersebut anatara
lain; Partai UDT (União Democratica Timorense) terbentuk pada 11 Mei 1974,
partai ASDT (Associção Social Demoratica Timorense) terbentuk pada 20 Mei 1974
dan bertransformasi menjadi partai Fretilin pada 11 September 1974, AITI
(Associação Integração de Timor-Indonesia) yang kemudian bertransformasi
menjadi APODETI (Associação Popular Democratica Timorense), dan partai yang
muncul belakangan yaitu partai KOTA (Klibur Oan Timor Assua’in) yang dibentuk
pada 27 Mei 1974, dan Partai Trabalhista (Partai Buruh) yang dibentuk akhir bulan
september.[7]
Dari kelima partai poltik tersebut, salah satu
partai yang menurut Lú Ólo dapat mengatasi persoalan yang terjadi di
Timor-Timur, Partai yang berpihak kepada rakyat dan partai yang berjuang
merebut kemerdekaan bagi rakyat Timor adalah partai Fretilin. Alasan itulah
yang membuat Ia memilih bergabung dengan partai Fretilin dan meninggalkan
pendidikannya.[8] Sebab, Fretilin adalah
satu-satunya partai politik di Timor-Timur yang memperjuangkan hak untuk
menentukan nasib sendiri bagi rakyat Timor-Timur (the right of the East-Timorese to independence).[9]
Selama massa perang, Lú Ólo menyaksikan banyak
koleganya yang terbunuh, salah satu tokoh penting dari Fretilin yang terbunuh
waktu itu adalah presiden pertama partai Fretilin, yaitu Nikolau Lobato, selain
itu Konis Santana dan kawan-kawannya yang lain. Kematian koleganya itu tidak
membuat Lú Ólo menyerah, bagi Lú Ólo hidup atau mati harus merebut kemerdekaan.
Kepada team The Inside Story, Lú Ólo menceritakan bahwa; 'In many places I have been, I became emotional, I had tears in my
eyes. This happens rarely. What's important is to understand what these tears
signify. What they signify is the hope that exists in Fretilin. This is
something to consider for the future: what Fretilin will do to serve those
people who gave their trust and hope for Fretilin. Many leaders left their
blood, their souls and their lives in the mountains. As did many soldiers and
the people in the villages who died. There are many whose graves we've never
found. Today we're here to honour them and, together with Fretilin, to move
forward.[10]
Lú Ólo keluar dari tempat gerillya pada tahun 1999.
Ini kali pertama Lú Ólo bertemu dengan keluarganya yang ditinggalkan selama 24
tahun. Selama massa perang, keluarga Lú Ólo sering mendapat tindakan intimidasi
dan kekerasan dari Tentara Indonesia agar Lú Ólo bisa menyerahkan diri. Namun
hal itu tidak membuat Lú Ólo menyerah justru menjadi tantangan bagi Lú Ólo untuk
terus berjuang. João da Costa (sepupu Lú Ólo) menceritakan kepada Team The Inside Story bahwa; During the Indonesian
invasion, because we were related to Lú Ólo, some of us were tortured. The ones
left behind suffered as much as the ones taken to prison in Aatauro. We
couldn't work in the rice fields far away or travel long distances because they
thought we'd contact Lú Ólo.[11] Lebih
lanjut Lú Ólo menjelaskan bahwa; In 1991
the Indonesian's discovered that I was still alive in the mountains so they
sent my family to prison. They tried to force me to surrender but I didn't
surrender. It made me stronger and more determined to resist the Indonesian
vandals. From that moment I didn't care if I died. So I decided to die in the
mountains, but fortunately I didn't die and most of my family are still alive.
Setelah tewasnya Nikolão Lobato dan beberapa tokoh
utama dalam internal Fretilin, Xanana Gusmão tampil mengambil ahli kepemimpinan
Fretilin pada 1981. Bersamaan dengan itu, strategi perjuangan lebih
dititikberatkan pada perang politik dan diplomasi. Namun demikian, efektifitas
aksi-aksi militer tetap diperhitungkan sebagai tanda tetap adanya perlawanan dari
Fretilin. Maka dibentuklah suatu badan otonom yang diberi tugas melakukan
perlawanan bersenjata, yaitu CRRM (Commando
Revolucionario da Resistencia Maubere) yang posisinya masih dibawah komando
atau kontrol Komite Sentral (CC) Fretilin dan membawahi secara khusus angkatan
bersenjata Falintil (Forcas Armadas da
Libertaçao Nacional de Timor-Leste). Setahun setelah konferensi partai
Fretilin di Aitana pada 1987, strategi perjuangan Fretilin diubah menjadi
perlawanan seluruh rakyat Timor-Timur tanpa memandang afiliasi partai
politiknya dengan membentuk CNRM (Conselho
Nasional Resistencia Maubere) sebagai organisasi yang memayungi seluruh
kekuatan perlawanan rakyat Timor-Timur yang terdiri dari tiga front perjaungan
yaitu; Front Diplomatik, Front Klandestine, dan Front Armada (Falintil). Front
Diplomatik dipimpin oleh Jose Manuel Ramos Horta yang melakukan negosiasi
tentang hak penentuan nasib sendiri bagi TimorTimur, Front Klandestine terdiri
pelajar, pemuda, mahasiswa hingga pegawai negeri sipil anti-integrasi yang memobilisasi
diri dalam organisasi perlawanan seperti Renetil, Impettu, Dewan Solidaritas
Mahasiswa Timtim, Forsa Repetil Fitun, Sagrada Familia, Ojetil, dan lain
sebainya. Kelopok inilah yang menjadi basis perjuangan Front Armada atau tentara
Falintil, dan yang terakhir front Armada
Falintil merupakan kelompok bersenjata yang berjuang di hutan-hutan.[12]
Lú Ólo sendiri bergabung dalam Front Armada (Falintil)
bentukan Fretilin[13] dan
berperan penting di dalam front Klandestin. Dimana dia sebagai penyambung lidah
antara kelompok anti-integrasi yang tergabung dalam front klandestine dengan
para petinggi pejuang dalam Komite Sentral Fretilin dengan memberikan informasi
yang diperoleh dari masyarakat anti-integrasi kepada pemimpin Fretilin dan Front Armada. Pada awal 1990-an ketika terjadi penangkapan terhadap beberapa
figur politik seperti Rankadalak di tahun 1991, Xanana Gusmão di tahun 1992, dan
Bukar di tahun 1993 serta kematian Konis Santana pada 1997 menimbulkan
terjadinya perubahan di dalam internal Fretilin dan Falintil. Lú Ólo yang pada
waktu itu belum tertangkap dengan segera mengambil inisiyatif untuk mengambil
posisi sentral dalam internal Fretilin yaitu menjadi pemimpin dalam partai
Fretilin.[14]
Peralihan kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia
dari Presiden Soeharto ke tangan Habibie pada bulan Mei 1998 memberikan harapan
bagi para pejuang kemerdekaan Timor-Leste. Pada tanggal 27 Januari 1999,
Presiden Republik Indonesia mengumumkan dua opsi bagi rakyat Timor-Timur
(sebutan Timor-Leste pada massa integrasi) yang pada dassarnya menyerahkan
keputusan akhir massa depan kawasan tersebut kepada masyarakat Timor-Timur
sendiri. Dalam hal ini, masyarakat Timor-Timur dapat menentukan keputusannya
melalui proses jajak pendapat untuk setuju atau menolak tawaran status Daerah
Otonomi Khusus (DOK) yang diberikan. Jika mayoritas penduduk memilih status Otonomi Khusus, Timor-Timur akan tetap menjadi bagian integral dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Sebaliknya, jika penawaran Otonomi Khusus ditolak,
maka Timor-Timur akan berpisah dari Indonesia dan menentukan nasib sendiri.[15]
Dari hasil jajak pendapat yang dilakukan pada tanggal 30 Agustus 1999, sebanyak
78.5% suara menolak tawaran DOK.[16]
Pada tahun 20 Mei 2002, Timor-Leste diakui secara Internasional sebagai negara
yang merdeka dan berdaulat.
C. Latar Belakang Politik dan Militer.
Perjalanan karir politik Lú Ólo dimulai ketika Ia
memutuskan untuk bergabung dengan tentara gerilyawan yang memperjuangkan
kemerdekaan Timor-Leste. Pada tahun 1974 Lú Ólo bergabung dengan partai ASDT
yang dibentuk pada 20 Mei 1974 sebagai simpatisan dan menjadi anggota militansi
partai Fretilin setelah partai ASDT bertransformasi menjadi Partai Fretelin
pada 11 September 1974. Alasan Lú Ólo bergabung dengan partai ASDT dikarenakan
Ia tertarik dengan platform partai yang ingin mendirikan negara Timor-Leste
yang berdaulat guna mewujudkan kedaulatan rakyat bagi rakyat Timor-Leste.
Manifesto Partai Fretilin menyerukan penolakan terhadap kolonialisme
partisipasi segera orang Timor dalam pemerintahan lokal, dan diakhirinya
diskriminasasi rasial, perjuangan melawan korupsi, dan hubungan baik dengan
negara-negara tetangga.[17] Ketika
terjadi invasi Indonesia pada tahun 1975, Lú Ólo bergabung dengan tentara
pejuang kemerdekaan yang dipimpin oleh Lino Osaka, di Ossu. Sekaligus menjadi
pemimpin di Comite Central Fretilin.
Kendati karir politik Lú Ólo tidak se-cemerlang
karir politik Xanana Gusmão, Ramos Horta maupun Mari Alkatiri. Namun demikian, Lú
Ólo juga merupakan salah satu politisi karismatik dan dihormati di
Timor-Leste. Hal ini dikarenakan Lú Ólo adalah seorang mantan pejuang
perlawanan yang menghabiskan seluruh 24 tahun di pegunungan selama masa invasi Indoenesia. Paska
1999 Lú Ólo merupakan pemimpin paling senior Fretilin di dalam negeri. Selain
itu, Ketika terjadi kesulitan dalam perjuangan yang disebabkan oleh lemahnya
basis perlawanan akibat penangakapan beberapa figur politik dan tewasnya
beberapa pemimpin gerilyawan, Lú Ólo memgambil ahli dalam perjuangan sebagai
komisaris politik baik di internal Fretilin maupun dalam Front Armada. Hal inilah yang kemudian membuat Lú
Ólo dihormati di Timor-Leste.
Selama massa perang, Lú Ólo pernah menjabat di
beberapa posisi dalam Fretilin, antara lain; pada tahun 1976 Lú Ólo menjabat
sebagai Wakil Sekretaris região III[18] (wilayah perlawanan bagian Timur pegunungan
Matebian) yang dipimpin oleh Falur Rate
Laek alias Raul. Pada tahun 1979-1978, Ia menjabat sebagai Komisaris Politik Ponta
Leste. Tahun 1993, ketika Mau Huno dan Xanana ditangkap, Lú Ólo mengambil posisi
sebagai Wakil Sekretaris Komisi Kebijakan Fretilin (Comissão Directiva da Fretilin) dan pada tahun 1997
ketika Konis Santana meninggal, Lú Ólo naik ke posisi sekretaris CDF yang
dipimpin oleh Konis Santana sebelumnya.[19] Pada
periode 1998-1999 Lú Ólo menjabat sebagai presiden Fretilin, setelah Konferensi
Fretilin yang diselenggarakan di Sidney-Australia. Pada periode 2001-
2005 Ia terpilih kembali menjadi presiden Fretilin untuk periode 5 (Lima Tahun), dan terpilih kembali pada
periode 2006-2011.[20] Pada
periode September 2001 – Mei 2002 Lú Ólo terpilih sebagai Presiden Majelis
Konstituante lewat kemenangan partai Fretilin dalam pemilihan umum anggota
Majelis Konstituante[21]
yang dilakukan pada 30 Agustus 2001 dengan perolehan 55 kursi dari 88 kursi
Parlemen. Majelis Konstituante bertugas untuk mempersiapakan Undang-Undang
Dasar bagi Timor-Timur yang merdeka dan demokrasi.[22] Setelah
kemerdekaan Timor-Leste, Majelis Konstituante bertransformasi menjadi Parlemen
Nasional Timor-Leste, Lú Ólo diangkat menjadi presiden Parlmen Nasional
Timor-Leste mulai dari tahun 2002 hingga tanggal 31 Juli 2007.[23] Pada
tahun 2007 tampil sebagai kandidat dari partai Fretilin. Ia mendeklarasikan
pencalonan setelah menang voting yang dilakukan oleh partai Fretelin. Isu yang
dibawa Lú Ólo pada waktu itu adalah penyelesaian konflik yang terjadi dalam
kubu tentara Timor-Leste (FDTL) dan kepolisian Timor-Leste (PNTL).
D. Faktor Kegagalan Lú Ólo dalam Pemilu 2007 dan 2012
Seperti
dijelaskan sebelumnya, bahwa paska didemisioner dari Presiden Parlemen Nasional
Timor-Leste, Lú Ólo kembali bermain di dunia politik Timor-Leste dengan
mencalonkan diri dalam ajang perebutan kursi kepresidenan Timor-Leste pada
tahun 2007 dan 2012. Keinginan Lú Ólo ingin menjadi pemimpin di negara
Timor-Leste bukan tanpa alasan. Lú Ólo mengetahui, paska Timor-Leste melepaskan
diri dari NKRI, belum ada perubahan signifikan di kehidupan rakyat Timor-Leste.
Kondisi seperti kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya akses pendidikan,
kesehatan, air bersih masih menjadi persoalan bagi rakyat Timor-Leste. Dampak dari
semua itu, sering terjadi tindakan kekerasan atau kerusuhan antar pemuda maupun
pelajar. Hingga pada puncaknya terjadinya krisis 2008 yang menewaskan mayor
Alfredo Reinaldo Alves. Kurangnya lapangan pekerjaan juga membuat banyak pemuda
yang mencari pekerjaan di luar negeri, seperi di Korea Selatan, Inggris dan
lain-lain. Namun dikarenakan beberapa faktor yang menjadi penghambat, keinginan
Lú Ólo untuk menjadi pemimpin di Timor-Leste tidak menghasilkan kesuksesan.
Terdapat
beberapa hal yang menjadi faktor kegagalan Lú Ólo dalam pemilihan presiden
Timor-Leste tahun 2007 dan 2012. Pada pemilihan presiden tahun 2007, Lú Ólo
ikut mencalonkan diri untuk merebut kursi kepresidenan di Timor-Leste yang
membuat Lú Ólo bertarung dengan 8 (delapan) kandidat pada pemilihan presiden
putaran pertama. Dari kedelapan kandidat tersebut, kandidat yang paling
diunggulkan adalah José Manuel Ramos Horta. Hal ini dikarenakan tokoh penerima hadiah
Nobel Perdamaian tahun 1999 dan mantan pemimpin kelompok Maputo serta mantan Menteri Luar Negeri tersebut mendapatkan
dukungan dari tokoh karismatik dan mantan geryliawan Xanana Gusmão dengan
partainya. Seperti diketahui, Xanana Gusmão merupakan mantan gerilyawan dan
pemimpin CNRT yang hingga saat ini masih memiliki pengaruh besar di panggung
politik Timor Leste.
Dukungan
Xanana Gusmão dengan partainya berhasil mengantarkan Ramos Horta lolos ke
pemilihan putaran kedua, dimana pada putaran pertama yang dilaksanakan pada 9
April 2007, Ramos Horta berhasil meraih suara sebanyak 21.81%, dibawa kandidat
partai Fretilin, Fransisco Guterres Lú Ólo yang memperoleh suara sebanyak
27.89% suara. Oleh karena, tidak ada kandidat yang meraih suara mayoritas 50%+1
suara dalam pemilihan putaran pertama, maka akan digelar pemilihan putaran
kedua yang akan diikuti oleh dua kandidat peraih suara terbanyak sesuai dengan
Undang-Undang yang berlaku.[24]
Pada
pemilihan putaran kedua yang diselenggarakan pada 9 Mei 2007, Ramos Horta
kembali mendapatkan dukungan dari empat partai sekaligus.[25]
Keempat partai tersebut antara lain; Partai PD yang dipimpin oleh Fernando de
Araujo La Sama yang memperoleh suara 19.18% pada pemilu putaran pertama, Fransisco
Xavier do Amaral (ASDT) dengan perolehan suara 14.39%, Lucia Lobato (PSD)
dengan perolehan suara sebanyak 8.86%, serta João Carascalão (UDT) dan Avelino
Coelo (PST), yang masing-masing memperoleh suara sebanyak 1.72% dan 2.06%.
Sementara kandidat dari partai Fretilin hanya didukung oleh Manuel Tilman yang
hanya memperoleh 4% suara.[26]
Dukungan dari ke empat
kandidat yang gagal melanjutkan ke pemilihan putaran kedua ditambah lagi dengan
dukungan dari Xanana Gusmão, akhirnya mengantarkan Ramos Horta menjadi presiden
Timor-Leste dengan perolehan suara sebanyak 69.18 % suara, mengalahkan Fransisco
Guterres Lú Ólo yang hanya memperoleh suara sebanyak 30.82% suara.[27] Dengan
demikian, kekalahan Fransisco Guterres Lú Ólo dari Ramos Horta pada pemilu
presiden 2007, dikarenakan kurangnya strategi dan taktik yang digunakan oleh
partai Fretilin dalam pemilu tersebut. Misalnya tidak membangun koalisi atau
mencari dukungan dari partai lain seperti yang dilakukan oleh Ramos Horta.
Bahkan mantan presiden Timor-Timur pada 1975 yaitu Fransisco Xavier do Amaral
pun tidak memberikan dukungan terhadap kandidat Lú Ólo, melainkan memberikan
dukungannya kepada Ramos Horta. Padahal Fransisco Xavier merupakan tokoh
pendiri partai Fretilin yang bertransformasi dari partai ASDT pada tahun 1974.
Faktor lain yang
menjadi penyebab kekalahan Lú Ólo dalam pemilu 2007 adalah hilangnya
kepercayaan dari rakyat Timor-Leste, baik kalangan intelektual maupun pihak
gereja terhadap Fretilin yang dianggap gagal dalam membangun pemerintahan
selama 5 tahun periode 2002-2007. Bagi kalangan intelektual dan pihak gereja,
Fretilin selama 5 tahun memimpin pemerintahan, tidak ada perubahan yang
singifikan. Kehilangan kepercayaan ini juga diperkuat oleh tersingkirnya mantan
Sekretaris Jenderal partai Fretilin, Mari Alkatiri dari jabatan Perdana Menteri
menjelang pemilihan presiden, akibat gagal menangani krisis politik yang
terjadi pada waktu itu.[28]
Selain itu, faktor lain
yang menjadi penyebab gagalnya Lú Ólo dalam pemilu prsiden 2007 dikarekana
adanya perpecahan di internal partai Fretilin menjelang pemilu. Perpecahan ini
berawal dari tertutupnya (secret ballot
bukan show hand/terbuka) mekanisme
votting atau pemilihan sekjend partai baru yang digunakan dalam konggres partai
Fretilin yang dilaksanakan pada bulan Mei 2006 yang membuat sekjend Mari
Alkatiri terpilih kembali. Akibatnya banyak kandidat yang mengundurkan diri
dari pencalonan Sekjen, bahkan memboikot pemilihan. Kelompok pemboikot ini
dinamakan Frente Mudansa (Reformis).[29]
Selanjutnya beberapa tokoh yang tergabung dalam kelompok ini keluar dari partai
Fretilin dan membentuk partai baru yang dinamakan Fretelin Mudansa yang
dipimpin oleh Jusé Luis Guterres.[30]
Walaupun José Luis
Guterres dengan partainya tidak mengikuti pemilihan presiden tahun 2007, namum
nampaknya anggota partai tersebut memberikan dukungan terhadap Ramos Horta. Hal
ini dapat dilihat dari bukti bahwa paska Xanana Gusmão ditetapkan menjadi
Perdana Menteri, Xanana langsung menunjuk José Luis Guterres menjadi Wakil
Perdana Menteri.[31]
Pada pemilihan presiden
Timor-Leste tahun 2012, Lú Ólo kembali dicalonkan oleh partai Fretilin. Alasan
yang melatarbelakangi Lú Ólo kembali bermain dalam ajang perebutan kursi
kepresiden Timor-Leste ini masih sama, yaitu, Lú Ólo menganggap bahwa kehidupan rakyat masih jauh dari kata sejahtera. Oleh karena itu, Lú Ólo ingin memperbaiki kehidupan rakyat dan membangun negara mulai dari akar rumput. Ia ingin membangun negara mulai dari aspek pendidikan, aspek kesehatan, aspek pertanian dan lain sebagainya.
Pada putaran pertama
pemilihan presiden Timor-Leste tahun 2012, Ló Ólo berhasil mengalahkan
lawan-lawannya dengan meraih suara terbanyak yaitu 28.76% suara dari jumlah
suara sah. Oleh karena tidak ada kandidat yang meraih suara mayoritas lebih
dari 50%+1 dari jumlah suara sah. Maka Lú Ólo bersaing merebut kursi kepresiden
Timor-Leste melalui pemilihan putara kedua dengan kandidat Mayor Jenderal Taur
Matan Ruak yang juga memperoleh suara terbanyak kedua pada pemilihan putaran
pertama tersebut dengan perolehan suara sebanyak 27.51% suara dari jumla suara
sah.[32]
Pada pemilihan putaran
kedua yang diselenggarakan pada tanggal 16 April 2012. L’u Ólo kalah telak dari
Mayor Jenderal Taur Matan Ruak memperoleh suara sebanyak 61.23%, dibandingkan
dengan Lú Ólo yang hanya memperoleh 38.77% suara.[33]
Hal ini dikarenakan Taur Matan Ruak mendapatkan dukungan penuh dari Xanana Gusmão
dengan partai CNRT. Seperti diketahui, Xanana merupakan tokoh karismatik yang
pengaruh politiknya masih kuat di Timor-Leste. Kemenangan Ramos Horta dalam
pemilihan presidien Timor-Leste 2007 dikarenakan adanya dukungan dari Xanana
Gusmão. Bahkan jauh sebelum pemilihan putaran kedua dimulai, tokoh-tokoh
politik sudah memprediksi akan kemenangan Taur Matan Ruak. Florenci Mario
Viera, mengatakan, jika lolos ke
pemilihan putaran kedua adalah Lú Ólo dan Taur Matan Ruak, maka Taur akan
menang mutlak, karena mendapatkan dukungan penuh dari PM Timor-Leste dan mantan
presiden, Xanana Gusmão.[34] Dukungan partai CNRT terhadap Taur
Matan Ruak diumumkan langsung oleh Sekretaris Jenderal partai CNRT, Deonisio
Babo dan Ketua Komisi Politik Nasional Partai CNRT, Fransisco Kalbuady dalam
sebuah konferensi pers di markas besar CNRT di Bairo Dos Grilos ,Dili pada
11-12 Januari 2012.[35]
[1] . Lili Vanna. 2001. Biografi Lu
Olo Pemimpin Partai Fretelin. Lian Maubere Edisi XXXIII. Diakses dari: https://wn.com/biografi_lu_olo_pemimpin_partai_fretilin
[2]
. Kata Mari Alkatiri kepada team abc di markas besar Fretilin pada saat
perayaan ulang tahun Lu Olo. Dikases dari: http://www.abc.net.au/etimor/epis2.htm
[4] . Helen Davidson. 2017.
Timor-Leste president Francisco 'Lu’Olo' Guterres: a product of war now pushing
for peace. Diakses dari: https://www.theguardian.com/world/2017/jun/08/timor-leste-president-francisco-luolo-guterres-a-product-of-war-now-pushing-for-peace
[5] . A. Barbedo de Magalhães. 2004.
East Timor: The Struggle For Freedom. Hal 2. Dikutip dari:
http://www.fd.uc.pt/igc/pdf/papers/EastTimor_thestruggleforfreedom_March2004.pdf
[6] . Chega.2010. Laporan Komisi Penerimaan
Kebenaran dan Rekonsiliasi Timor-Leste (CAVR). Volume I. Hal 201
[7] . Tempo, Majalah Berita
Mingguan. 1975. Duduk Perkara Kekacauan. Dikutip dari Dokumen Pra- Integrasi
Timor-Timur 1975 yang dipublikasi oleh Biro Informasi dan Data. Hal 35
[8].Pernyataan ini merupakan
pernyataan Lu OLO yang disampaikan kepada team journalist timoroaman.com dalam
wawancara yang dilakukan pada tanggal 20 Mei 2013. Dalam wawancara tersebut
menggunakan bahasa resmi Timor-Leste, Bahasa Tetum. Sumber Tulisan www.timoroman.com atau http://exilados-tl.blogspot.co.id/2013/05/dedikasaun-lu-olo-iha-luta.html
[9] . Estevão Cabral. 2003. Fretelin
and The Strunggle For Independence In East Timor 1974-2002. An examination of
the constraints and opportunities for a non-state nationalist movement in the
late twentieth century. Lancaster University. Hal 20
[11] . Pernyataan#d ini dikutip dari
video dukomenter Fransisco Guterres Lu Olo yang diproduksi oleh Australian
Movie Ltd, dengan judul East Timor Birth of Nation, Lu Olo Story yang dikases
dari: https://www.youtube.com/watch?v=vMBoBRDB8Ao
[12]. Zacky Anwar Makarim. Dkk. 2003.
Hari-Hari Terakhir Timor-Timur, Sebuah Kesaksia..Enka Parahiyangan. Jakarta.
Hal 79-84
[13]. Op. Cit. Estevão Cabral.
2003. Hal 22
[14]. Op. Cit. Estevão Cabral. 2003.
Hal 440
[15]. Zacky Anwar Makarim. Dkk. 2003.
Hari-Hari Terakhir Timor-Timur, Sebuah Kesaksia..Enka Parahiyangan. Jakarta.
Hal 28
[16]. Ibid. Zacky Anwar. M. Hal 42
[17]. Geoffrey C. Gunn.2005. 500
Tahun Timor- Lorosa’e. Sa’he Intitute of Liberation. Dili. Hal 411.
[18] . Selama perang, organisasi
bersenjata FALINTIL membagi Timor-Timur kedalam empat região (wilayah)
perjuangan. Região I dipimpin oleh Titu da Costa alias Lere Anan Timor. Kawasan
perjuangan mereka meliputi seluruh Kabupaten Lospalos dan seluruh wilayah timur
Kabutpaten Baukau. Região II dipimpin oleh Sabica. Wilayah perjuangan meliputi
Kabupaten Viqueque, dan wilayah barat Kabupaten Baukau, wilayah selatan dan
timur Kabupaten Manatuto. Região III dipimpin oleh Falur Rate Laek alias Raul.
Wilayah perjuangan meliputi seluruh Kabupaten Dili, Aileu, Same, Manatuto
Utara, Ainaro Timur, Ermera Timur, dan Liquica Timur. Região IV dipimpin oleh
Ular alias Asiuk. Wilayah perjuangan meliputi Kabupaten Bobonaro, Coba-Lima,
Ermera Barat, Liquica Barat, dan Ainaro Barat. Lihat; Zacky Anwar.dkk.
Hari-Hari Terakhir Timor-Timur; sebuah kesaksian. Hal. 80.
[19]. Api-Uku. 2012. Biografia
Comandante Nino Konis Santana. Diakses dari: ita-nian.blogs.sapo.tl
[20].
Anonim. 2017. Short Biography, H.E. Fransisco Guterres Lu Olo. Diakses dari: ccln-media.squarespace.com/s/Bio-Lu-Olo-020417.pdf
[21]. Boletim24.
2017.Perfil-Fransisco Guterres Lu Olo, Eis Presidenti Parlamento Nacional Povo
Hili Sai Presindenti RDTL. Diakses dari:
http://www.boletim24.com/tet/2017/03/22/perfil-francisco-guterres-lu-olo-eis-prezidenti-parlamento-nacional-povu-hili-sai-prezidenti-rdtl/
[22]. Kristio Wahyono. 2010. Sepuluh
Tahun Tragedi TimTim: Timor Target. Hal 87-89
[23].
Tulisan ini dikutip dari artikel yang ditulis oleh Team Sukses Fransisco
Guterres Lu Olo tentang Curriculum Vitae Fransisco Guterres Lu Olo yang dimuat
dalam artikel Fretelin.Media pada 25 Juli 2011. Sumber dari tulisan ini masih
menggunakan domain blogspot, namun dijamin kepercayaanya sebab dalam blog
tersebut dicantumkan kontak person dari Anggota Parlemen (Deputado) Jose
Terxeira, (+670 728 7080) serta email Media FretIlin (fretilin.media@gmail.com).
Sumber tulisan: http://fretilinmedia.blogspot.co.id/2011/07/curriculum-vitae-francisco-guterres-lu.html
[24] . Op.Cit. Kristio Wahyono. Hal 250
[25] .Ibid. Kristio Wahyono. Hal 257
[26] . CNE. 2007. Eleisaun Prezidenter 2007
Republica Democratika de Timor-leste. ACTA Final Apuramentu Nacional. Hal 1
[27] . EU
Election Observation Mission (EU EOM).2007. Final Report, Timor-Leste Presidential & Parliamentary Election.
Hal 7
[28] . Op. Cit. Kritio Wahyono. Hal 258-259
[29] . Ibid. Hal 264
[30] . Fundasaun Mahein. 2011. Potensi Ancaman
Keamanan Menjelag Pemilu 2012. Mahein Nia Lian. No.19,28 Abril 211. Hal 4
[31] . Op.Cit. Kristio Wahyono. Hal 266
[32] . STAE (Sectretario Têcnico da Adminstração
Eleitoral). 2012. Timor-Leste Eleições Gerais de 2012.STAE. Dili. Timor-Leste.
Hal 5. Diakses dari: https://issuu.com/publicacoes.stae/docs/timor-leste__elei__es_gerais_de_2012
[33]. Ibid. STAE. Hal 53
[34] . Antaranews.com. 2012. Lú Ólo Unggul
Sementara Dalam Pilpres Timor-Leste. Diakses dari: http://www.antaranews.com/print/301932/lu-olo-unggul-sementara-dalam-pilpres-timor-leste
[35] . Ita Lismawati F.Malau. 2012. Partai CNRT
Dukung Capres Taur Matan Ruak. Diakses dari: http://www.viva.co.id/berita/dunia/291186-partai-xanana-gusmao-dukung-capres-taur-matan