Sabtu, 22 Juni 2019

TEATER TIMOR-LESTE

          TEATER TIMOR-LESTE
         Timor-Leste selain memiliki seni musik juga memiliki seni teater. Secara historis seni teater Timor-Leste mengalami kondisi fluktuatif. Hal ini diakibatkan oleh dampak panjangnnya proses kolonisasi di Timor-Leste. Pada massa penjajahan kolonialisme Indonesia, warisan kebudayaan nenek moyang Timor-Leste nyaris ikut lenyap akibat hilangnya kepala adat (tradisional leaders) dan pendongeng (storyteller) pada masa penjajahan Indonesia, khusunya pada pembantaian 1999 yang mengakibatkan hilangnya beberapa warisan kebudayaan serta aktor budayawan kala itu (CHVR, 2005).
            Disamping itu, selama masa kolonialisme Indonesia, Timor-Leste juga menentang (resisted) kebudayaan Indonesia dan berusaha untuk memelihara (preverse) identitas kebudayaan tersendiri. Dalam hal ini pemeliharaan lagu tradisional, dansa tradisional hingga memamerkan pertunjukkan kebudayaan suku dan kerajaan Timor-Leste (Dumphy, et., al. 2012). Sehingga perkembangan seni teater pada masa itu sangat jarang diselenggarakan karena ikut mengalami reduksi.
            Seiring berjalan waktu, seni teater di Timor-Leste mulai muncul dan mulai ditunjukkan di berbagai acara baik di kota Dili maupun di setiap Municipio. Seni teater mulai dipertunjukkan setelah Timor-Leste memperoleh kemerdekaan pada tahun 2002. Hal ini dapat dilihat dari beberapa organisasi seni teater yang muncul di Timor-Leste paska kemerdekaan, misalnya Arte Moris Free Art School (Living Art Free Art School) dengan group seni teater yaitu Bibi Bulak (Crazy Goast) di Dili, Afalyca (wild people) di Baukau, dan Lospalos Centre for Traditional and Contemporary Art and Culture dengan group seni tarinya yaitu Sanggar Haburas, dan Nafo Fila di Ainaro.
          Seni teater yang dipertunjukkan pada waktu itu adalah kombinasi antara seni budaya tradisional seperti seni tari atau dansa, seni musik dengan seni budaya kontemporer dengan tujuan untuk menghilangkan rasa traumatisme yang dialami oleh rakyat Timor-Leste akibat tindakan kekerasan yang dilakukan oleh para kolonialisme pada masa penjajahan, serta mengajak generasi muda untuk ikut berperan dalam pembangunan negara dan bangsa. Hal ini dapat dilaksakan karena group seni teater tersebut mendapatkan donasi dari Organisasi Internasioanal atau NGOs yang ikut berperan dalam proses pembangunan stabilisasi negara pada waktu itu (Scharinger, 2013).
            Setelah PBB menarik diri dari Negara Timor-Leste, organisasi seni teater semakin bertambah. Pada tahun 2012 lahir organisasi seni teater seperti TERTIL (Teratru Timor-Leste), TERA, TERLETE, TERUAL dan TERUC. Tujuan dari berdirinya group teater ini tidak lain adalah untuk melestarikan budaya Timor-Leste melalui teater. Sehingga dalam setiap even nasional seperti hari proklamasi kemerdekaan Timor-Leste, hari raya Jajak Pendapat 30 Agustus 1999 hingga insiden Santa Cruz 12 November 1999 seni teater selalu dipertunjukkan. Misalanya pada 30 Agustus 2017, group teater TERTIL TERA, TERLETE, TERUAL dan TERUC berkolaborasi dalam menunjukkan teater tentang Perayaan Hari Jajak Pendapat yang ke-18 tahun di Dili. Tujuan dari pertunjukkan ini adalah menigingatkan generasi muda Timor-Leste tentang bagaimana jalannya pemilihan jajak pendapat 1999 serta bagaimana kejamnya pembantaian dalam insiden santa Cruz setelah jajak pendapat (TERTIL, 2017).
            Selain itu, aspek gender, nasionalisme atau patritisme selalu dibawa dalam setiap even teater yang dipertunjukkan. Hal ini dimaksudkan untuk menyadarkan generasi muda Timor-Leste akan pentingnya peranan kaum perempuan dalam politik, pentingnya rasa cinta terhadap tanah air dalam diri setiap generasi muda Timor-Leste. Selain isu-isu gender, nasionalisme dan patriotisme, terdapat juga isu-isu seperti bahaya narkoba dan bahaya praktek Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN) (Scharinger, 2013).
            Pemerintah Timor-Leste terus berupaya untuk mendorong perkembangan seni teater di Timor-Leste. Dalam Rencana Strategis Pembangunan Timor-Leste 2011-2030 (Timor-Leste Strategic Development Plan 2011-2030) sektor kebudayaan dan warisan (cultral and heritage) termasuk salah satu prioritas pembangunan dalam negeri guna mencapai negara Timor-Leste yang makmur. Hal ini dikarenakan kebudayaan juga diyakini dapat meningkatkan GPD dalam negara. Sehingga seni teater dan dansa dijadikan prioritas pembangunan jangka menengah (midle term) yaitu tahun 2020 akan dibangun institusi seni teater nasional di Dili agar dapat memobilisasi generasi muda Timor-Leste yang memiliki bakat dalam dunia teater dapat mengembangkan bakatnya. Selain itu tahun 2020 akan dilaksanakan tour teater keliling Municipio di seluruh Timor-Leste (SDP 2011-2013)
           Gambar 1-6: Teatru Komemora Loron Restaurasaun Timor-Leste ba dala 18, 1999-2017 (TERTIL 2017)

 Daftar Pustaka:
Schanringer, Julia. 2013. Participatory theater, is it really? A critical examination of pratices in Timor-Leste. ASEAS-Osterreichische Zeithchrift Fur Sudostasienwissenschaffen, 6 (1), 102-119.
Dunphy, K. M. Leach, N.C. Mendes, A.B.da SilvaB. Boughton adn A.da Costa Ximenes. 2012. The Role of Participatory Arts in Social Change in Timor-Leste. Discussing Outcome for Project Stakeholders. New Reasearch on Timor-Leste (187-193). Hawthorn, Australia: Swinburne Press.
Comission for Reception, Truth and Reconciliation in Timor-Leste (2005). Chega! The report of the Comission for Reception, Truth and Reconciliation in Timor-Leste (CHVR).Dili, Timor-Leste
Timor-Leste Strategic Development Plan 2011-2030. Palacio do Governo, Edificio 1. R/C Avenida Presidente Nicolau Lobato, Dili Timor-Leste
TERTIL.2017. Apresenta Teatru Komemorasa Loron Konsulta Popular ba dala 18 1999-2017, Kolaborasaun  Grupo Teatru TERTIL, TERA TERLETE, TERUAL dan TERUC. Video Dokumentasi. <https://www.youtube.com/channel/UCzVBD4ee0Gppgi9YGGASDcA>
Share:

Total Pageviews

Theme Support