Rabu, 31 Mei 2017

MANAJEMEN AKSI UNTUK PARA PEJUANG HAK RAKYAT


MANAJEMEN AKSI
AKSI MASSA SATU LANGKAH PASTI MENUJU PEMBEBASAN NASIONAL
*Tidak ada teori yang revolusioner tanpa gerak revolusioner*

A.          Pengantar
Manusia dilahirkan oleh sejarah untuk itu manusia adalah aktor sejarah dan massa adalah penggerak sejarah, suatu ungkapan yang menandakan bahwa manusia tidak dilahirkan untuk merefleksikan dunia akan tetapi untuk merubah dunia. Mewujudkan perubahan di muka bumi dengan suatu keyakinan yang berangkat atas dasar realitas yang tidak berpihak atau berlangsungnya penindasan dan penghisapan.
Penindasan di muka bumi tetap setia dalam memproduksi ketidakadilan dan melakukan penghisapan, penindasan terhadap massa rayat, melalui sistem kapitalisme yang sangat sistematis yang terus berlangsung memasuki seluruh sendi kehidupan bangsa ini. Sistem kapitalisme merupakan sebuah sistem yang hidup dari penindasan terhadap massa rakyat, tidak ada massa rakyat tertindas maka kapitalisme pun tidak ada, mengapa demikian? Karena kapitalisme memeras tenaga manusia dengan menjadikan manusia sebagai mesin pemenuhan akumulasi modal untuk keberlangsungan hidupnya (kapitalisme).
Dengan demikian kapitalisme mengakibatkan penindasan dan merusak seluruh tatanan kehidupan, sebab pandangan dan cita-cita kapitalisme tidak lain adalah mewujudkan kepentingan akumulasi modal sebanyak-banyaknya dan kepentingan untuk mempertahankan sistem penghisapan di muka bumi ini.
Gambaran realitas obyektif yang terjadi merupakan pijakan untuk menanamkan iman perubahan yang kemudian harus termanefestasi dalam bentuk gerak perjuangan revolusioner. Sebab ini adalah Keharusan tak dapat ditunda, sebagai konsekuensi dialetika sejarah di muka bumi ini dengan adanya penindasan terhadap massa rakyat yang terus berlangsung.
Ketika muncul keyakinan atas perubahan, maka akan disusul oleh gerak untuk memenuhi syarat perubahan yakni massa terdidik yang sadar akan perubahan dan turut serta membangun kekuatan massa. Barang siapa tidak sadar akan kebutuhan ini maka bukanlah seorang yang sadar sesadar-sadarnya akan penindasan dimuka bumi ini.  Karena dengan menyadarkan diri kepada massa, barulah akan terwujud pembebasan nasional. 
Pengantar diatas mudah-mudahan memunculkan gagasan lebih kreatif untuk menjawab kebutuhan massa rakyat tertindas dan terwujudnya pembebasan nasional tanpa penindasan. Dalam kesempatan ini saya akan memaparkan sedikit cara atau bentuk–bentuk perjuangan terdidik bagi massa untuk tetap bersandar dan setia bersama massa rakyat tertindas, yakni Manejemen Aksi, sebab ini akan menjadi kebutuhan bagi pekerja revolusioner untuk mengkampanyekan gagasan perjuangan dan bahkan  yang sudah melakukan pendidikan massa. Satu ungkapan nafas perlawanan “Mendidik Penguasa Dengan Perlawanan, Mendidik Massa Dengan Pergerakan” “Lebih Baik Diasingkan Daripada Menyerah Terhadap Kemunafikan, Mendiamkan Atau Membiarkan Kesalahan Merupakan Kejahatan”
B.          Pengertian Manejemen Aksi
Sebelum lebih jauh kita berbicara manejemen aksi terlebih dahulu kita mengetahui apa yang dimaksud managjemen aksi? Pada dasarnya manajemen aksi terdiri dari dua kata, yaitu;  Manajemen dan Aksi. Menejemen adalah proses mengatur dan mengelolah sesuatu agar mendapatkan hasil lebih baik. Aksi adalah suatu tindakan atau gerakan. Dari penjelasan singkat diatas dapat di tarik pemahaman bagi kita yang ingin melakukan perubahan, maka manejemen aksi adalah usaha mengatur gerak perjuangan menuju keberhasilan sesuai dengan apa yang menjadi targetan dan tujuan perjuangan. Atau tindakan atau gerakan yang dikelolah atau diurus denganb baik, rapi, terencana dan tidak sporadis.
Sebagai gerakan perjuangan, dalam melakukan aksi perjuangan tugas seorang revolusioner harus lebih jelas dalam mengatur srategi-taktik perjuangan dan terus menyatu dengan massa rakyat dan menempatkan massa sebagai jalan yang benar untuk mencapai pembebasan nasional (keadilan sosial) agar tidak mudah dipatahkan musuh, oleh karena itu bentuk aksi massa harus di kelolah lebih baik dan dilakukan  secara tersistematis sampai tujuan tercapai, karena kejayaan suatu perjuangan sebagian besar tergantung pada kecakapan dalam berjuang mengejar maksud yang suci dan tinggi. Kebutuhan strategi-taktik sebagi motor penggerak perjuangan tidak dapat dilupakan agar dapat lebih selaras dengan kebutuhan perjuangan. 
Terdapat berbagai macam aksi perjuangan yang dapat kita lakukan namun harus berdasarkan strategi dan taktik, karena kewajiban menjalankan kerja perjuangan dengan metode taktik dapat menujang keberhasilan. Taktik merupakan acuan kapan melakukan kerja. Taktik kapan saja boleh berganti akan tetapi tetap pada jalan strategi perjuangan. Jadi taktik tidak boleh lepas dari tujuan perjuangan.

C.          Bentuk – bentuk aksi perjuangan.
   Aksi perjuangan terbagi dalam dua bentuk yaitu; Aksi Informasi dan aksi Massa. Aksi informasi adalah tindakan atau gerakan yang dilakukan untuk memberi informasi terhadap banyak rakyat. Sedangkan aksi massa adalah tindakan atau gerakan yang menjadikan massa sebagai subjek dari perjuangan, bukan objek. Dalam hal ini, massa disertakan dalam aksi perjuangan dengan tujuan untuk menimbulkan kesadaran.

D.          Bentuk-bentuk aksi informasi:
a.       Aksi pemogokan yaitu aksi yang dilakukan dengan tingkat pembedaan  yang semestinya berjalan, agar tuntutan rakyat diperhatikan dan dipenuhi oleh yang dituntut. Misalnya: pemogokan buruh secara massal untuk menuntut kenaikan gaji atau penurunan jam kerja dan lain sebainya.
b.      Demonstrasi yaitu; aksi yang dilakukan oleh banyak orang denan cara turun ke jalan dengan meneriakkan tuntutan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak memihak rakyat atau menindas rakyat.
c.       Penyebaran agitasi dan propaganda (selebaran, press release dll) adalah tulisan yang menjelaskan suatu isu secara gamblang , jelas, padat untuk dibagikan kepada rakyat secara langsung pada saat aksi agar rayat mengerti dan memahami isu yang sedang dibawa oleh mahasiswa. Isu yang dibawa harus dikemas dengan sederhana agar mudah dipahami dan dimengerti oleh rakayt.
d.      Sabotase yaitu: aksi yang dilakukan dengan cara mengambil alih suatu pekerjaan orang lain, agar tuntutannya terpenuhi. Misalnya; Mensabotase gedung stasiun televisi dan lain-lain
e.       Aksi imformasi dapat dilakukan dengan menggunakan Spanduk, dengan menuliskan imformasi secara singkat, padat dan mudah dimengerti. Kemudian dipasangkan di tempat-tempat strategis yang dapat dilihat oleh banyak orang.
f.       Selain Spanduk, aksi juga dilakukan dengan memasangkan Pamflet yang bertulisan tentang isu yang diangkat secara singkat, padat, jelas dan mudah dipahami, kemudian ditempelkan di tempat publik atau papan info.
Bentuk aksi perjuangan dapat saja berubah sesuai dengan kebutuhan serta kondisi lapangan, tinggal bagaimana mengelolah aksi perjuangan dapat mencapai keberhasilan. Namun harus di perhatikan bahwa aksi perjuangan tidak dapat di terima apabila bentuk perjuangan sudah tidak sesuai lagi dengan tujuan perjuangan, perjuangan tetap harus memiliki nafas kerakyatan dan pembebasan.
              Aksi perjuangan yang sering dilakukan bagi kawan revolusioner pada saat dihadapkan oleh pilihan rezim fasime atau bersifat otoriter absolut maka aksi massa adalah jawaban sebab sejarah membuktikan rezim tidak pernah mau berbaik hati untuk melakukan perubahan malahan sering menggunakan alat represif untuk menggagalkan perubahan, oleh karena itu tidak ada cara lain ketika penguasa rezim otoriter di didik dengan perlawanan massa dan sekaligus alat penyadaran bagi rakyat belum tersadarkan.

E.          Tahapan Untuk Melakukan Aksi
Ada beberapa tahap dalam melakukan aksi sehingga aksi ini dapat memenuhi targetan dan terlebih dahulu dilakukan planning atau perencanaan serapi mungkin, mulai dari melakukan pembacaan realitas obyektif, mengumpulkan issue-isue hingga mekanisme aksi di pastikan dalam planning. Bagian–bagian yang harus di penuhi yaitu:

a)  Planning
1.    Pembacaan situasi (Diskusi atau rapat). Tahapan ini dilakukan oleh dua atau banyak orang, baik anggota organisasi atau rakyat guna membahas situasi yang sedang berkembang baik nasional maupun daerah, seperti tragedi penggusuran tanah petani, kenaikan harga BBM dan lain sebagainya
2.    Penentuan Issue. Setelah melakukan pemcaan terhadap situasi yang berkembang, selanjutnya melakukan penentuan issu. Dalam hal ini, isu-isu yang telah dirapatkan kemduian dikerucutkan atau dispesifikasikan guna menentukan sikap terhadap isu mana yang mau diangkat dalam aksi.
3.    Pilihan Aksi. Setelah melakukan penentuan terhadap isu yang mau diangkat, kemudian melakukan penentuan bentuk aksi yang telah dijelaskan sebelumnya. Aksi masa maupun dan aksi informasi tidak harus terpisah, justru bisa digabung, seperti aksi masa sambil membagikan selebaran atau press release.
4.    Konsolidasi Demokratik. Dilakukan untuk mencari dan memperluas dukungan serta jaringan agar gerakan perubahan menyatukan diri dalam satu aksi perjuangan.
5.    Rapat Tenknis Lapangan (Teklap). Rapat teknis lapangan dilakungan guna untuk membahas proses berjalannya aksi, misalnya pembagian kerja dan lainnya sebagainya. Bila aksi bersifat gabungan maka rapat akan dihadiri oleh beberapa perwakilan baik dari organisasi maupun kampus.

Terdapat beberapa hal yang akan dibahas dalam rapat teknis lapangan (teklap), antara lain;
a.    Target yang ingin dicapai. Setiap aksi yang dilakukan ingin mencapai tujuan, tentunya agenda aksi memiliki targetan max dan min program. Hal ini sangat penting karena aksi tetap harus berkelanjutan terus menerus sampai tujuan benar-benar tercapai. Memblow up isu yang diangkat ke media sosial agar menjadi isu internasional adalah salah satu contoh target aksi.
b.    Space. Tempat harus menjadi bacaan utama sejauh mana aksi ini dapat mencapai massa ketika melakukan penyadaran massa, maka tempat harus strategis. Tempat aksi yang akan dituju. Misalnya, Kampus, Gedung DPR dan lain sebagainya.
c.    Titik Kumpul. Jika masa aksi terdiri dari berbagai macam organ atau kampus, maka diperlukan titik kumpul atau tempat yang dijadikan sebagai pertemuan antar masa aksi sebelum aksi dimulai.
d.   Waktu. Menentukan kapan aksi akan dilaksanakan dan jam berapa masa aksi mulai kumpul di titik kumpul kemudian jam berapa aksi akan dimulai.
e.    Skenario Aksi atau Flow. Skenario menjadi hal penting sebagai acuan jalannya acara aksi yang sesuai dengan planning, agar dapat menghindarkan pada hal yang tak terduga. Misalnya; cara aksi konvoi atau long march.
f.     Pola Aksi. Pola aksi terdiri dari dua macam yaitu. Pola Dinamis dan Statis. Dimanis berarti: asksi yang dilakukan tidak hanya diam di tempat tertentu (bergerak). Sedangkan Statis berarti: kebalikan dari pola dinamis. Misalnya; mimbar bebas di kampus. Aksi dinamin dan Statis bersifat tertutup dan terbuka. Tertutup berarti: aksi yang tidak diikuiti oleh masa dari organisasi lain, atau aksi yang diikuiti oleh masa internal organsisasi. Segangkan terbuka berarti:  aksi yang diikuiti oleh orang lain selain anggota organisasi, atau aksi yang bersifat terbuka untuk umum.
g.    Estimasi massa. Perhitungan jumalh masa dari tiap organ atau perwakilan kampus.
h.   Pembagian kerja. Pembuatan struktur sementara yang bertugas dalam pelaksaan aksi. Struktur ini hanya berfungsi saat berlangsungnya aksi.

b)  Perangkat Aksi.
1)   Jenderal Lapangan (Jenlap). Jenlap merupakan pengambil posisi tertinggi di lapangan. Ia tidak bisa melakukan komunikasi dengan massa aksi lain selain kurirnya saja. Ia juga tidak boleh diketahui banyak orang selain struktur aksi sementara.
2)   Komandan Lapangan (Danlap). Danlap adalah pelaksan kebijakan yang diperintahkan oleh Jenderal Lapangan yang bertugas sebagai komando untuk defisi di lapangan.
3)   Wakil Komandan Lapangan (Wadanlap). Wadanpap bertugas untuk membantu danlap di lapangan.
4)   Devisi.
a) Devisi Dinamisator Lapangan (Dinlap). Devisi Dinlap bertugas untuk mendinamisir massa aksi agar tetap semangat dan mengatur jalannya orasi di lapangan.
b)    Divisi Asisten Teritorial (Aster). Bertugas sebagai penjaga barisan masa agar tidak lepas atau keluar dari barisan aksi.
c)    Devisi Sweeper. Bertugas untuk mengorganisir masa yang berada di luar barisan aksi agar kembali ke barisan, serta menyisir massa yang tertinggal setelah aksi selesai dilakukan. Sehingga  Divisi sweeper biasanya pulang paling terakhir sampai di basecapm.
d)  Devisi Secreat Security (DSS). Bertugas untuk melindungi posisi tertinggi di lapangan yaitu Jenderal Lapangan dan Komandan Lapangan. Selain itu, divisi ini juga bertugas untuk mencari informasi mengenai inteligen yang berada di aski massa. Sehingga sering disebut sebagai devisi Kontra Inteligen. Posisinya tidak boleh diketahui oleh banyak orang.
e)   Devisi Hubunga Masyarakat (Humas). Bertugas untuk menyatakan sikap aksi secara tertulis dan mensosialisasikan kepada pers atau wartawan.
f)     Devisi Negosiator (Lobbying). Devisi ini berperan sebagai negosiator aksi yang melakukan lobby atau negosiasi dengan aparat  yang menghadang, maupun aksi organisasi lain yang melakukan aksi pada waktu bersamaan dan memiliki issu yang sama.
g) Devisi Kurir. Bertugas sebagai devisi penyambung lidah yang bertugas menyampaikan pesan informasi dari Jenderal Lapangan ke Komandan Lapangan yang kemudian disampaikan lagi oleh Komandan Lapangan ke setiap kordinator devisi.
h)   Devisi Advokasi non-litigasi. Bertugas untuk melakukan pembelaan non-hukum jika massa aksi ditangkap oleh aparat dengan berdasarkan pemgumpulan bukti di lapangan, dan menghubungi pengacara.

c)    Evaluasi.
Setiap melakukan aksi hal yang tidak dapat dilewatkan adalah evaluasi agar lebih mudah mengetahui kekurangan aksi dan lebih mudah memberikan rekomendasi atau planning kedepannya.






Share:

Selasa, 30 Mei 2017

Makalah Peran World Trade Organisation (WTO) Dalam Pasar Bebas Indonesia


PENDAHULUAN
a.             Latar Belakang Masalah.
Negara-negara di seluruh belahan dunia kini mulai melepas satu-persatu” batas-batasnya” antara satu negara dengan negara lain, sehingga tercipta “borderless world”[i] yaitu dunia tanpa batas, terbuka dihampir segala sisi kehidupan terutama dibidang teknologi,  informasi, demokrasi dan ekonomi. Sebenarnya ide dasar liberalisasi perdagangan sudah ada sejak abad 17 oleh ekonom klasik seperti Adam Smith, David Ricardo, John Stuart Mill. Dasar pemikiran ekonom klasik tersebut[ii] adalah “Dengan adanya spesialisasi dan perdagangan bebas maka kesejahteraan negara akan meningkat”.
Semua negara-negara di dunia suka tidak suka atau mau tidak mau, harus menghadapi dan menjalankan liberalisasi perdagangan ini. Untuk itu beberapa negara mulai bergabung membentuk blok-blok perdagangan bebas sebagai persiapan dalam perdagangan bebas dunia. Blok-blok perdagangan tersebut antara lain AFTA untuk kawasan ASEAN, NAFTA untuk kawasan Amerika Utara, APEC untuk kawasan Asia Pasific dan UNI EROPA untuk kawasan Eropa Barat.
Indonesia mau tidak mau harus berlari mengikuti gerak globalisasi ini dengan melakukan perubahan-perubahan dari masyarakat agraris tradisional menjadi masyarakat industri yang berkompetisi secara bebas. Langkah ini makin dimanfaatkan dengan ikut sertanya di forum kerjasama internasional dan regional seperti WTO, APEC, dan AFTA.

1.             Word Trade Organisation (WTO)
Pembentukan WTO sebagai pengganti GATT pada 15 Desember 1993[iii], nampaknya tidak membawa perubahan posisi yang cukup berarti bagi negara berkembang. Posisi inferior negara berkembang mulai menyeruak menyusul penandatanganan deklarasi konferensi pertama WTO di Singapura, pertengahan Desember 1996 lalu.
Sejumlah kesepakatan perdagangan internasional nampak lebih mengokohkan posisi negara-negara maju dibandingkan negara-negara berkembang. Sebagai contoh kesepakatan tentang ITA (Information Teknologi Agreement) secara jelas menandai hal tersebut. Teknologi merupakan komponen penting yang semakin dominan dalam perdagangan internasional, seperti diisyaratkan dalam argumentasi keunggulan kompetitif, jelas dikuasai oleh negara-negara maju.
Sementara itu, pada bidang-bidang lain yang menjadi kebutuhan mendesak bagi negara-negara berkembang, seperti kesepakatan di sektor pertanian dan industri tekstil, tidak menawarkan perkembangan yang berarti.  Sektor pertanian yang diperjuangkan oleh negara-negara berkembang, tidak termasuk dalam deklarasi konferensi para menteri tersebut.  Di kedua sektor tersebut hanya berhasil dicapai kesepakatan informal untuk mulai persiapan, bagi negosiasi untuk meliberalisasikan perdagangan kedua sektor. Sebagai pengganti GATT melalui upaya pengurangan tarif perdagangan dan penghapusan hambatan-hambatan perdagangan non tarif.              Ada tiga asas yang mendasari mekanisme GATT[iv].  Pertama, non Diskriminasi, yang berarti tidak ada pengistimewaan satu rekanan dagang dengan merugikan yang lain, Kedua, penghapusan hambatan perdagangan tertentu, terutama yang non tarif, seperi kuota.  Proteksi boleh diberikan, sebatas dalam bentuk penerapan tarif.  Ketiga, konsultasi diantara negara-negara untuk menyelesaikan pertikaian perdagangan dalam kerangka kerja GATT.
Tujuan pokok yang ingin diraih melalui mekanisme tersebut adalah, memberi kebebasan yang seluas-luasnya kepada capital transnasional untuk bergerak.  Untuk mencapai tujuan itu, maka batas-batas negara atau bangsa pun didefinisikan kembali.  Penentuan dan penerapan ekonomi nasional harus tunduk pada kebijakan ekonomi internasional, di bawah yuridiksi global badan internasional (WTO).  Konsekuensinya, kemampuan ekonomi nasional untuk menjalankan pembangunan secara mandiri menjadi sangat berkurang.
Masa depan negara-negara berkembang akan lebih ditentukan oleh proses pembuatan kebijakan ekonomi internasional, dari pada kebijakan ekonomi nasionalnya.  Singkatnya mekanisme WTO ini akan memaksa negara-negara berkembang untuk menyerahkan kedaulatan ekonominya kepada badan internasional, demi mendukuung kepentingan capital transnasional, atas nama saling ketergantungan dan pasar bebas.
Posisi lemah negara-negara berkembang dalam mekanisme WTO tersebut juga terefleksikan dalam berbagai subtansi isu kesepakatan.  Sejak putaran Uruguay, berbagai kesepakatan yang berkaitan dengan hak milik intelektual, pertanian tekstil, perdagangan jasa dan investasi, negara-negara berkembang selalu dalam posisi yang tidak beruntung.  Yang menonjol dari semua isu tersebut, barangkali terletak pada isu hak milik intelektual atau Trade-Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPS). Negara-negara maju mempergunakan isu ini sebagai alat efektif untuk menghambat proses alih teknologi ke negara-negara berkembang, karena itulah WTO dapat dijadikan kekuatan politik oleh negara-negara maju dalam mengantisipasi persaingan dengan memperoleh kekuatan dibidang ekonomi yang diibaratkan aan kembalinya kejayaan jaman dekolonisasi negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang pada ratusan tahun yang lalu
Implikasi mengantisipasi perkembangan WTO terhadap Indonesia, setidaknya ada tiga isu penting yang mendesak yaitu pertama, Era WTO merupakan momentum yang baik untuk memberantas tindak kolusi-korupsi.  Upaya ini merupakan agenda mendesak bagi reformasi politik Indonesia.  Pemborosan dana negara dan ekonomi biaya tinggi, yang bersumber dari masalah ini, sudah semakin kuat.  Ada indikasi bahwa orang sudah tidak lagi merasa risih dengan tindak kolusi-korupsi ini. Kedua, reformasi birokrasi politik, sudah sejak lama birokrasi tempat mengakarnya tindakan korupsi kolusi, tetapi juga karena tuntutan struktur dan mekanisme birokrasi yang semakin fleksibel dan responsive daya saing dan efisiensi para pelaku ekonomi, satuan sosial dan individu dalam menghadapi era perdagangan bebas akan dipengaruhi jika tidak segera dibenahi, maka akan sulit berharap, bahwa para pelaku bisnis akan mampu bersaing di pasar internasional. Ketiga, isu yang tak kalah peningnya berkaitan dengan merebaknya tindak kekerasan dan kerusuhan sosial.
Insiden beruntun tersebut telah memberikan pelajaran berharga, mengenai bahaya social yang ditimbulkan oleh masalah kesenjangan dan marginalisasi ekonomi.
Peristiwa-peristiwa tesebut juga tidak bisa dianggap sebagai bersifat lokal dan temporer.  Keterdesakan ekonomi yang mereka alami merupakan produk dari proses ekomomi yang panjang, yang mereflesikan dinamik ekonomi dan politik di tingkat nasional.  Persaingan ekonomi diantara para pelaku bisnis tidak hanya terjadi di level nasional dan internasional, tetapi mendapatkan ekspresi terkuatnya di tingkat lokal.

2.             Asean Free Trade Agreement (AFTA)
Kerjasama ekonomi dan kesejahteraan di kawasan Asia Tenggara dimulai dengan ditandatangani Deklarasi Bangkok 8 Agustus 1967, oleh 5 negara yaitu, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina.  Kerjasama ini bernama Association Of East Asianation (ASEAN). Kerjasama antar 5 negara ASEAN ini cukup berhasil sehingga negara-negara di kawasan Asia Tenggara lain ikut bergabung yaitu pertemuan tahun 1996 masuknya negara Brunai Darusalam dan Vietnam.  Disusul 30 November 1996 ini disepakati untuk menerima 3 anggota baru yaitu Laos, Kamboja, dan Myanmar.
Indonesia telah mengusulkan 15 kelompok produk dalam CEPT yaitu: jenis minyak nabati, semen, barang kimia, farmasi, pupuk, plastik, produk karet, produk kulit, pulp, tekstil, produk gelas dan keramik, batu-batuan dan perhiasan, tembaga, perabotan kayu dan rotan. Produk-produk tersebut pada kondisi hingga saat ini yang memiliki komponen bahan baku impor seperti basis industri kimia sangatlah lemah dalam persaingan pasar dengan kata lain tidak kompetitif karena sangat tergantung pada komponen impor yang relative besar disamping kurs mata uang dolar Amerika yang fluktuatif, sedangkan produk-produk yang bersumber dari bahan baku sumber daya alam mempunyai keunggulan dalam persaingan pasar karena persediaan dalam negeri tersedia, sehingga yang sangat kompetitif adalah produk-produk yang berbasis dari sumber alam atau agraris.
Penggelindingan AFTA pada tahun 2003 bukanlah pekerjaan ringan, terlebih kondisi krisis global yang melanda dunia saat ini antara lain[v]: Tiap anggota negara-negara ASEAN memiliki ukuran ekonomi yang tidak sejajar misalnya GNP, pertumbuhan ekonomi yang melanda kawasan Asia Tenggara dimulai dengan melemahnya mata uang negara-negara dari Thailand, Filipina, Malaysia, dan Indonesia. Perbedaan sumberdaya Indonesia adalah negara yang melangkah dari negara agraris tradisional menjadi negara industri. Pergulatan politik dalam negeri yang melanda negara-negara anggota ASEAN, terutama Indonesia, Malaysia, dan Myanmar. Berkecamuknya politik sangat berpengaruh terhadap masa depan ekonomi.
Kendala lain yang utama adalah persaingan kondisi global ekonomi dengan melemahnya mata uang negara-negara anggota ASEAN terhadap dolar Amerika yang menjadi transaksi perdagangan bebas selama ini, sehingga proyeksi pemerintah dan swasta meleset yang membuat banyak perusahaan –perusahaan bangkrut dan pemutusan kerja karyawannya, berdampak pertumbuhan ke depan yang melemah penjadwalan hutang-hutangnya karena kurs dolar Amerika fluktuatif sebagai transaksi pembayaran bergerak lemah dalam persaingan di era pasar bebas.
  
b.             Rumusan Masalah
Dari pemaparan di atas dapat diambil suatu permasalahan yaitu: Bagaimana Indonesia menghadapi pasar bebas dengan peran WTO?

c.              Kerangka Teori
WTO adalah lembaga Internasional yang merupakan instrumen sekaligus bentuk dari kampanye kapitalisme internasional maka teori yang akan di pakai adalah: Teori ekonomi klasik yang barasal dari Adam smith dan David RicardoTeori ekonomi politik

d.             Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan penelitian yang dilakukan adalah:
1.             Untuk mendapatkan deskripsi secara komprehensif tentang peranan WTO
2.             Mengetahui dampak serta akibatnya terhadap masyarakat
3.             Untuk melihat perkembangan pasar bebas di Indonesia
4.             Untuk memenuhi tugas mata kuliah ekonomi politik internasional
e.              Manfaat dan Kontribusi Penelitian
Untuk menambah kajian dan referensi terhadap perkembangan ilmu yang sedang berkembang, dan memberikan masukan terhadap masyarakat tentang pasar bebas. Memperoleh data-data yang akurat dan dapat digunakan sebagai input bagi pihak-pihak yang berkepentingan langsung dengan penelitian ini sehingga dapat mengambil langkah yang diambil. Yang terpenting juga untuk karya tulis ilmiah menambah pengetahuan.

PEMBAHASAN
PASAR BEBAS DI INDONESIA
a.             Daya Saing Ekonomi
Dengan adanya stuktur oligopolistik yang berkembang saat ini, maka kesiapan daya saing ekonomi cenderung hanya memiliki sektor indusrti yang berskala besar.  Sektor inilah yang kini memiliki modal besar, teknologi maju, dan akses pasar yang luas.  Meskipun ada indikasi bahwa sektor tersebut belum cukup efisien dan profesional, kiranya tidaklah terlalu sulit bagi mereka untuk melakukan adaptasi dalam memasuki arena persaingan bebas.
Di luar sektor industri yang berskala sangat besar isu, agaknya nada pesimistis yang lebih dominan membayang.  Setidaknya ada dua persoalan penting yang patut dicermati, yakni daya saing sektor pertanian dan industri kecil dan rumah tangga, dan masalah ketenagakerjaan.  Keduanya memiliki implikasi ekonomi dan bahkan politik yang luas dan bahkan mungkin tidak terduga, karena persentuan langsung dengan denyut nadi perekonomian sebagian besar masyarakat Indonesia
Di sektor pertanian misalnya, pemerintahan sebenarnya telah melakukan upaya perlindungan terhadap kepentingan ekonomi para petani, yakni dengan ratifikasi besar-besaran terhadap komoditas-komoditas strategis.[vi] Nilai tukar produksi pertanian tetap saja rendah.  Para petani cengkeh yang dulu sempat menikmati nilai tukar produk yang tinggi, kini disarankan untuk melakukan konversi lahannya untuk ditanami komoditas pangan yang lain.
Di sektor ini pula langkah awal memasuki pasar bebas telah menimbulkan dampak yang mencemaskan, yakni daya perdagangan buah.  Setelah pencabutan proteksi dan pelarangan buah, banjir buah asing melanda Indonesia, dan berdampak buruk bagi petani buah.  Impor buah-buahan asing telah memberikan pukulan telak dengan rata-rata defisit perdagangan buah sebesar 240 persen terhadap nilai ekspornya setiap tahun.  Ketidak mampuan berebut pasar buah domestic ini merupakan ironi besar bagi suatu negara agraris seperti Indonesia.
Kendala lain yang tak kalah pentingnya adalah soal daya saing sektor pertanian.  Setidaknya, ada dua hal yang masih ganjalan.  Pertama, kecenderungan usaha tani masih bersifat subsistem dan belum berorientasi komersial, dengan lahan yang makin menyempit, terutama karena proses konservasi lahan pertanian.  Kedua, kebijakan pengembangan pertanian yang bias kea rah pengembangan komoditi beras telah berakibat pada lemahnya diversifikasi produk pertanian.  Lemahnya riset dan pengembangan di sektor pertanian non beras bisa menyebabkan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap teknologi impor, sebagai contoh, di bidang teknologi benih, kita masih sangat ketinggalan, misalnya dibandingkan dengan Thailand.
Hal yang sama juga ditemukan pada sektor industri kecil dan rumah tangga.  Modal yang relatif kecil, orientasi yang masih berkisar pada isu subsistensi, kualitas produk yang kurang tersandar, dan rendahnya akses pasar, masih terjadi beberapa kendala yang paling serius.  Penerapan pola kemitraan yang didengungkan oleh pemerintah, nampaknya juga belum mampu mengangkat kinerja disektor tersebut.  Bahkan ada indikasi kuat bahwa pola kemitraan ini masih “jauh panggang dari api”.
Sementara di sektor ketenagakerjaan[vii], banyak persoalan yang mengemuka.  Pertama, membengkaknya tenagakerja sektor informal yang disebabkan oleh lemahnya daya serap sektor industri Tingginya daya serap sektor informal ini erat kaitannya dengan penyerapan yang tinggi di sektor jasa.  Penyebabnya sektor jasa di Indonesia umumnya merupakan jasa informal.  Karena itu berbeda dengan negara industri maju, tingginya daya serap sektor jasa tidak menunjukkan akselerasi perkembangan ekonomi, karena jenis jasa yang berkembang bukan jasa yang padat pengetahuan.  Kedua, rendahnya penyerapan jenis pekerjaan tenaga professional pada tahun 1990, penyerapan jenis pekerjaan ini hanya 3,9 persen.  Ini menunjukkan, bahwa sebagian besar angkatan kerja yang terserap adalah pekerja yang tidak terampil.  Kecenderungan ini agaknya berkaitan dengan gejala makin meningkatnya tingkat pengangguran terdidik.  Persoalan ini menjadi kian mencemaskan, ketika melihat bahwa tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan gejala peningkatan secara signifikan.  Ketiga, Persoalan buruh yang belum memadai.  Frekuensi dan intensitas pemogokan buruh yang terjadi belakangan ini, pada umumnya dipicu oleh upah buruh yang rendah.  Ironisnya, rendahnya upah buruh justru masih merupakan daya tarik bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di sini.  Ini bisa menjadi boomerang bagi perekonomian Indonesia, karena rendahnya kesejahteraan buruh akan selalu mendorong tindak pemogokan, yang bisa berakibat pada tumbuhnya instabilitas politik.  Investor asing biasanya akan cenderung menghindari untuk menanamkan modalnya di negara-negara yang tidak ada jaminan stabilitas politik, yang berarti tingkat resikonya tinggi, yang biasanya tercermin dari indeks country risk.

b.             Agenda Reformasi Ekonomi
Dengan menimbang sejumlah fakta dan tendensi di atas, agaknya tidak mudah bagi Indonesia untuk mengambil banyak keuntungan ekonomi dariperdagangan bebas yang sedang dalam proses untuk hadir secara utuh.  Upaya reformasi ekonomi untuk membuat struktur ekonomi yang lebih adil, dan mendorong kompetisi usaha yang sehat, merupakan agenda yang mendesak.  Tumbuhnya pelaku-pelaku bisnis yang memiliki daya saing hanya akan tumbuh pada struktur ekonomi yang menjamin kebebasan bersaing.
Keberadaan UU Anti Monopoli dan Anti Kartel, disamping upaya deregulasi yang telah dan terus bergulir, perlu diagendakan untuk menghadapi era pasar bebas.  Harap diingat saja, bahwa persaingan bebas yang menjadi spirit utama mekanisme perekonomian di Amerika Serikat pun sudah mulai diatur dengan UU yang bernama Sherman Act 1890,[viii] atau seabad yang lalu.  Tentu tidak ada kata terlambat, jika kita kemudian baru akan mulai memilikinya, setelah diberi contoh Amerika selama seabad.
Dalam konteks persaingan bebas, dimana instrument teknologi menjadi penting, maka Indonesia juga harus bersiap diri untuk memasuki keunggulan kompetitif yang lebih tinggi, yaitu kearah sektor padat teknologi dan padat tenaga ahli.  Produk-produk yang mampu bersaing dipasar bebas adalah yang memiliki muatan keunggulan kompetitif tersebut.
Sekalipun demikian, ini bukan berarti mengabaikan sektor-sektor yang rentan terhadap liberalisasi perdagangan, seperti sektor pertanian dan sektor industri kecil dan rumah tangga.  Terhadap keduanya, pemberdayaan ekonomi diperlukan agaknya lebih dari sekadar pola kemitraan yang kini dilakukan.  Terkait dengan semua hal itu, kualitas SDM yang makin meningkat merupakan tuntutan yang tidak dapat ditunda lagi, sebab pada dasarnya, perdagangan bebas merupakan wahana persaingan antar kualitas SDM.

c.              Tantangan yang Dihadapi
Meskipun pembangunan ekonomi Indonesia menunjukan keberhasilan yang cukup mengesankan sebelum terjadinya krisis ekonomi yang dimulai bulan Juli 1997, namun sejumlah tantangan menghadang dan perlu upaya penanggulangan.  Tantangan atau masalah tersebut antara lain.[ix]
1.             Kesenjangan ekonomi yang masih cukup lebar, baik antar sector golongan maupun daerah.  Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kesenjangan antar sektor, misalnya pogram keterkaitan erat antar sektor, memperlancar arus barang serta alokasi kredit ke sektor menengah ke bawah.  Kesenjangan antar daerah dapat diatasi misalnya dengan penyebaran penduduk, pembangunan prasarana dan investasi. Kesenjangan antar golongan misalnya dengan upaya pemberdayaan masyarakat menengah ke bawah melalui penyediaan kebutuhan hidup pokok, informasi dan pendidikan.
2.             Ekonomi yang memanas.  Tekanan inflasi sangat dirasakan, oleh karena itu kebijakan yang hati-hati sangat diperlukan, misalnya kebijakan moneter, fiskal, neraca pembayaran dan industri.
3.             Stephen Pressman, “Lima Puluh Pemikir Ekonomi Perdagangan internasional yang kurang menguntungkan.  Defisit transaksi berjalan yang membengkak serta posisi hutang yang besar sangat merisaukan.  Pengendalian defisit ini memerlukan kebijakan yang komprehensip baik moneter, fiskal, industri maupun SDM.
4.             Isu situasi politik dan ekonomi yang tidak menguntungkan akhir-akhir ini, sehingga perekonomian dan sektor riil tidak berjalan karena tingkat suku bunga tinggi serta bangkrutnya perusahaan-perusahan yang berbasis bahan baku impor disertai pemutusan hubungan kerja, menjadikan daya beli menurun. 
                      
d.             Implikasinya bagi Indonesia
Menghadapi persaingan bebas era globalisasi seperti digambarkan diatas, disatu sisi merupakan peluang, disisi lain merupakan tantangan.  Merupakan peluang apabila kita bisa memanfaatkan perdagangan yang semakin bebas dan terbuka yang telah disepakati, sebagai potensi pasar yang luas dan sebagai sumber dana dan teknologi.  Dalam pertemuan di Osaka[x], APEC telah memuat beberapa komitmen negara maju:
1.             Mengatasi kesenjangan akibat liberalisasi perdagangan sehingga tidak jauh berbeda (same level playing field )
2.             Membantu pengembangan SDM
3.             Membantu pengembangan perusahaan menengah dan kecil
4.             Membantu pembangunan prasarana
Indonesia harus dapat memanfaatkan secara optimal komitmen ini, disamping itu konsumen mempunyai alternative pilihan produk dan kualitasnya baik dan lebih murah, tetapi dapat menjadi ancaman apabila kesiapan kita belum mapan, dalam arti efisiensi atau daya saing masih lemah.
Langkah-langkah kongkrit yang perlu dilakukan antara lain: Langkah awal perlu dimulai dengan pernyataan tentang visi dan misi Indonesia menghadapi tahun 2020 serta strateginya.  Kemudian dilanjutkan dengan persyaratan visi tersebut secara luas guna meningkatkan kesadaran masyarakat untuk partisipasi mempersiapkan diri.
Spesialisasi (mencari keunggulan kita) perlu diupayakan. Kita harus dapat mengembangkan kecakapan yang spesifik, harus dihindarkan sifat luas dan dangkal tetapi lebih pada sempit, “well defined dan unggul” (memiliki comparitive dan competitive advantage).
Peranan pemerintah untuk memberikan peluang lebih besar kepada swasta.  Deregulasi masih perlu dilanjutkan.  Peranan pemerintah lebih diorientasikan pada upaya pemerataan (antar golongan, sektor dan daerah) pengembangan SDM dan penciptaan iklim yang kondusif untuk investasi dan perdagangan. Perlu terus diupayakan adanya kemitraan (partnership) baik antara pengusaha besar dengan kecil, pemerintah dengan swasta, maupun antar daerah. Demokrasi, disentralisasi dan otonomi terus dikembangkan. Dengan adanya perimbangan otonomi keuangan antara pusat dan daerah dari eksploitasi sumber daya alam yang tersedia secara adil dan merata, prinsip ini efisiensi dan inovasi dapat tumbuh.  Setiap individu atau daerah diberikan kesempatan yang luas untuk menunjukkan keunggulannya yang bisa diketahui oleh luar negeri, jadi prinsip keunggulan ini tidak hanya untuk negara secara keseluruhan, tetapi juga untuk individu, serta daerah.
Peningkatan daya saing dapat dilakukan melalui upaya yang bersifat makro, seperti kebijakan ekonomi yang hati-hati, pengendalian inflasi dan neraca pembayaran.  Dari aspek mikro, seperti misalnya penggunaan teknologi, peningkatan kualitas SDM perusahaan dan pelayananyang bagus.
Persaingan yang semakin tajam menuntut efisiensi dan daya saing yang kuat.  Untuk meningkatkan efisiensi perlu kemampuan IMTEK (Iman dan Teknologi).  Melandasi secara iman sebagai basis moral dan etika serta penguasaan teknologi memerlukan SDM yang berkualitas, oleh karena itu pengembangan kualitas manusia mutlak diperlukan.  Pengembangan kualitas manusia tidak hanya melalui pendidikan atau latihan saja, tetapi lebih luas dari itu, meliputi penyediaan yang cukup untuk kesehatan, gizi, akses informasi, modal dan terpenting adalah kualitas moral dan akhlaq

PENUTUP
Dengan didorong oleh motivasi krisis atas keberhasilan pembangunan ekonomi yang telah tercapai sebelum terjadi ekonomi dijalankan dengan sistem ekonomi yang selama ini diterapkan.  Kondisi ekonomi global saat ini yang terjadi tanpa mengena batas-batas telah melimbas ke semua negara yang berakibat fenomena krisis ekonomi global baik negara maju dan terlebih dirasakan oleh negara berkembang.Dalam menghadapi krisis ekonomi global yang melanda dunia saat ini, tidaklah bersikap pesimis untuk menuju era globalisasi yaitu perdagangan bebas regional akan berlaku tahun 2003 (AFTA) dan perdagangan bebas internasional akan berlaku tahun 2020 (WTO).  Namun harus bersifat optimis, tentu saja mutlak dengan dibarengi upaya keras pengembangan sumber daya manusia yang mampu menguasai IMTEK dan mempunyai visi ke depan serta menjunjung tinggi moral dan etika.
Kondisi krisis ekonomi global saat ini merupakan bukti kongkrit persaingan bebas yang melanda semua negara tanpa mengenal batas-batas suatu negara, untuk itu perlu semua komponen ekonomi untukmenggali peluang dan memperhatikan tantangan-tantangan ekonomi dapat diantisipasi lebih dini.
Karena itu dengan penerapan era globalisasi pasar mempunyai dengan konsekuensi liberalisasi perdagangan bebas, untuk itu “memaksa” para pemilik dan penerima rente ekonomi, untuk “belajar” bersaing diarena internasional.  Kalau tidak sekarang, kapan lagi mereka harus bersaing dan berlomba untuk menjadi pemenang?, jadi mari ucapkan, selamat datang persaingan.     

Daftar Pustaka

Arief Budiman, “Globalisasi, Tata Dunia yang curang ?”, Jurnal terang, Nomor I, tahun I, 2001
Gerbang, Pers mahasiswa Progresif, edisi “lilitan Neo Liberalisme” No.02/Tahun 3, Juli 2002
Kwik Kian Gie, “Ekonomi Pasar Sosial“, Uni Sos-Dem on line, 2002
Martin Khor, “Globalisasi, Perangkap Negara-Negara Selatan”, Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas, Jakarta 2002
Dunia ?” Murai Kencana, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, Hal 28          
Tony Prasentyantono,  Lingkungan Bisnis “, Program Magister Manajemen UGM, 1998


Endnote:


i.               Arief Budiman, “Globalisasi, Tata Dunia yang curang ?”, Jurnal terang, Nomor I, tahun I, 2001
ii.             Stephen Pressman, “Lima Puluh Pemikir Ekonomi Dunia ?” Murai Kencana, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, Hal 28
iii.           Martin Khor, “Globalisasi, Perangkap Negara-Negara Selatan”, Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas, Jakarta 2002
iv.           Ibid. Martin Khor
v.             Tony Prasentyantono, “ Lingkungan Bisnis “, Program Magister Manajemen UGM, 1998
vi.           Kwik Kian Gie, “Ekonomi Pasar Sosial“, Uni Sos-Dem on KL.line, 2002
vii.         Ibid. Kwik Kian Gie
viii.       Ibid. Arif Budiman
ix.           Gerbang, Pers mahasiswa Progresif, edisi “lilitan Neo Liberalisme” No.02/Tahun 3, Juli 2002

           
           
           
           

           
Share:

Total Pageviews

Theme Support