
Hal ini menyadarkan
aktivis perempuan untuk memilih sikap keberpihakan terhadap kesejahteraan kelas
bawah. Analisis kelas diyakini dapat mempersatukan gerakan perempuan secara
lintas kelas. dalam hal ini marxisme dijadikan sebagai pandangan yang dianggap
dapat mencapai pembebasam perempuan dengan melalui pembebasan kelas.
A. Feminisme Marxis
Selain feminisme Marxis, dalam pendekatan konflik
terdapat paradigma feminisme yang lain yaitu feminisme radikal dan feminisme
sosialis. Berbeda dari feminisme radikal
yang menitikberatkan sumber penindasan pada kaum laki-laki dan pola
perjuangannya adalah perlawanan terhadap kaum laki-laki, maka feminisme marxis
melihat penindasan perempuan terletak pada mode of production atau menggunakan
analisis marxis. Bagi feminisme marxis penindasan perempuan adalah bagian dari
penindasan kelas dalam hubungan produksi. Persoalan perempuan diletakkan dalam
kerangka kritik atas kapitalisme.
Penindasan perempuan merupakan kelanjutan dari sistem eksploitatif
yang bersifat struktural. Oleh karenanya, patriarkhi ataupun kaum laki-laki
tidak dianggap sebagai akar peemasalahan, akan tetapi sistem kapitalisme yang
sesungguhnya merupakan penyebab masalahnya. Dengan demikian penyelesainnya pun
bersifat struktural, yakni hanya dengan melakukan perubahan struktur kelas dan
pemutusan hubungan dengan sistem kapitalisme internasional. Perubahan struktur
tersebut hanya dapat dilakukan dengan jalan revolusi. Dalam proses revolusi ini kaum perempuan harus berjuang
bersama-sama dengan kaum pekerja. Namun demikian, setelah proses revolusi
jaminan persamaan antara laki-laki dan perempuan belumlah cukup, karena perempuan
masih dirugikan oleh tanggungjawab domestik mereka. Oleh karena itu, “kecuali
jika urusan mengelola rumah tangga ditransformasikan menjadi industri sosial,
serta urusan menjaga dan mendidik anak menjadi urusan publik, maka perempuan
tidak akan mencapai kesamaan yang sejati” (Engels). Emansipasi perempuan hanya
akan terjadi jika perempuan terlibat dalam produksi dan berhenti mengurus rumah
tangga. Proses itu hanya akan terjadi melalui industrialisasi. Perubahan status
perempuan terjadi melalui revolusi sosialis dan dengan menghapuskan pekerjaan
domestik ( rumah tangga ).
B. Analisis Feminisme
Marxis Terhadap Mode of Production
Karl Marx sendiri tidak banyak menjelaskan dalam
teorinya tentang posisi kaum perempuan dalam perubahan sosial. Menurut Marx
hubungan suami dan istri serupa dengan hubungan antara proletar dan borjuis,
serta tingkat kemajuan masyarakat dapat diukur dari status perempuannya.
Sedangkan Engels (Sahabatnya ) mengulas masalah ini dalam sejarah pra-kapitalisme.
Dalam bukunya yang berjudul: The Origin
Of the Family ; Private Property and the State, Engels menjelaskan bahwa
sejarah keterpurukan status kaum perempuan bukan disebabkan oleh perubahan
tekhnologi, melainkan karena perubahan dalam organisasi kekayaan. Munculnya
hewan piaraan dan pertanian menetap, yakni suatu masa awal penciptaan surplus,
adalah dasar munculnya private property yang
kemudian menjadi dasar bagi perdagangan dan produksi untuk perdagangan. Karena
laki-laki mengontrol produksi untuk perdagangan, maka mereka mendominasi
hubungan sosial dan politik dan perempuan direduksi menjadi bagian dari
property belaka. Sejak itulah dominasi laki-laki dimulai.
Pada zaman kapitalisme, penindasan perempuan malah
dilanggengkan oleh berbagai cara dan alasan kerana menguntungkan. Pertama,
melalui apa yang disebut sebagai eksploitasi pulang ke rumah, yakni suatu
proses yang diperlukan guna membuat laki-laki yang dieksploitasi di pabrik
bekerja lebih produktif. Buruh laki-laki yang bekerja di pabrik dan
dieksploitasi oleh kapitalis, selanjutnya pulang ke rumah dan terlibat dalam
suatu hubungan kerja dengan istri masing-masing. Dalam analisis ini sistem dan
struktur hubungan antara kapitalis, buruh dan istrinya adalah sistem yang pada
akhirnya menguntungkan pihak kapitalis. Kedua, kaum perempuan dianggap
bermanfaat bagi sistem kapitalisme dalam reproduksi buruh murah. Di negara
kapitalis maju, dalam struktur dan sistem masyarakat yang yang kapitalistik
itu, pihak kapitalis menggantungkan sendi terjaminnya persediaan buruh pada
keluarga buruh itu sendiri. Ketiga, masuknya perempuan sebagai buruh juga dianggap
oleh mereka sebagai menguntungkan sistem kapitalisme dengan dua alasan: (1)
upah buruh perempuan seringkali lebih rendah dibandingkan buruh laki-laki. upah
buruh yang rendah ini membantu pihak kapitalis melakukan akumulasi kapital
secara lebih cepat. (2) dengan masuknya perempuan dalam sektor perburuhan juga
dianggap mnguntungkan sistem kapitalisme karena proses itu dianggap sebagai
proses penciptaan buruh cadangan yang tak terbatas. Dalam analis ini, besarnya
cadangan buruh ini akan lebih memperkuat posisi tawar menawar kaum kapitalis di
hadapan buruh dan sekaligus mengancam solidaritas kaum buruh, dan akhirnya
mempercepat akumulasi kapital bagi kapitalis.
0 Comment:
Posting Komentar
Monggo, Jika Anda Ingin Komentar, Tapi Tolong Gunakan Bahasa Yang Sopan.
Monggo, Jika Anda Ingin Kritik, Tapi Tolong Kritik Yang Membangun.