Senin, 29 Mei 2017

PARADIGMA FEMINISME MARXIS DALAM PERUBAHAN SOSIAL


Munculnya gerakan feminisme marxis sebagai sebuah wacana dan gerakan tidak terlepas dari sejarah awal munculnya gerakan perempuan pertama di Perancis. Dimana aktivis-aktivis perempuan pada saat itu banyak dipengaruhi oleh pemikiran liberalisme. Sehingga melahirkan apa yang disebut sebagai feminisme liberal. Aliran ini mengkritik adanya faham liberalisme.pada derajat tertentu aliran tersebut mengakui persamaan ras, warna kulit, agama, dan status sosial ekonomi. Pada aliran feminisme liberal, yang diperjuangkan adalah persamaan pendidikan dan profesi serta hak-hak politik didalam undang-undang dan berparlemen (yuridis formal). Pada perjuangan itu, kadang-kadang terjadi bias, yaitu perjuangan hanya terbatas pada kalangan menengah atas saja. Kaum perempuan beropendidikan tinggi yang berhasil duduk dalam parlemen dan kabinet seringkali terhambat oleh sistem politik dalam menyampaikan aspirasi perempuan kalangan bawah. Perjuangan hal untuk memilih atau berparlemen ternyata bukan satu satunya cara untuk meningkatkan status perempuan kelas bawah. Perjuangan tersebut dipandang oleh kalangan perempuan kelas bawah sebagai reformasi saja, tanpa suatu tindakan konkrit yang mengakar pada persoalan ketimpangan gender, khususnya dalam mode produksi masyarakat.
            Hal ini menyadarkan aktivis perempuan untuk memilih sikap keberpihakan terhadap kesejahteraan kelas bawah. Analisis kelas diyakini dapat mempersatukan gerakan perempuan secara lintas kelas. dalam hal ini marxisme dijadikan sebagai pandangan yang dianggap dapat mencapai pembebasam perempuan dengan melalui pembebasan kelas. 

A.    Feminisme Marxis
Selain feminisme Marxis, dalam pendekatan konflik terdapat paradigma feminisme yang lain yaitu feminisme radikal dan feminisme sosialis.  Berbeda dari feminisme radikal yang menitikberatkan sumber penindasan pada kaum laki-laki dan pola perjuangannya adalah perlawanan terhadap kaum laki-laki, maka feminisme marxis melihat penindasan perempuan terletak pada mode of production atau menggunakan analisis marxis. Bagi feminisme marxis penindasan perempuan adalah bagian dari penindasan kelas dalam hubungan produksi. Persoalan perempuan diletakkan dalam kerangka kritik atas kapitalisme.
Penindasan perempuan merupakan kelanjutan dari sistem eksploitatif yang bersifat struktural. Oleh karenanya, patriarkhi ataupun kaum laki-laki tidak dianggap sebagai akar peemasalahan, akan tetapi sistem kapitalisme yang sesungguhnya merupakan penyebab masalahnya. Dengan demikian penyelesainnya pun bersifat struktural, yakni hanya dengan melakukan perubahan struktur kelas dan pemutusan hubungan dengan sistem kapitalisme internasional. Perubahan struktur tersebut hanya dapat dilakukan dengan jalan revolusi. Dalam proses revolusi ini kaum perempuan harus berjuang bersama-sama dengan kaum pekerja. Namun demikian, setelah proses revolusi jaminan persamaan antara laki-laki dan perempuan belumlah cukup, karena perempuan masih dirugikan oleh tanggungjawab domestik mereka. Oleh karena itu, “kecuali jika urusan mengelola rumah tangga ditransformasikan menjadi industri sosial, serta urusan menjaga dan mendidik anak menjadi urusan publik, maka perempuan tidak akan mencapai kesamaan yang sejati” (Engels). Emansipasi perempuan hanya akan terjadi jika perempuan terlibat dalam produksi dan berhenti mengurus rumah tangga. Proses itu hanya akan terjadi melalui industrialisasi. Perubahan status perempuan terjadi melalui revolusi sosialis dan dengan menghapuskan pekerjaan domestik ( rumah tangga ).

B. Analisis Feminisme Marxis Terhadap Mode of Production  
Karl Marx sendiri tidak banyak menjelaskan dalam teorinya tentang posisi kaum perempuan dalam perubahan sosial. Menurut Marx hubungan suami dan istri serupa dengan hubungan antara proletar dan borjuis, serta tingkat kemajuan masyarakat dapat diukur dari status perempuannya. Sedangkan Engels (Sahabatnya ) mengulas masalah ini dalam sejarah pra-kapitalisme. Dalam bukunya yang berjudul: The Origin Of the Family ; Private Property and the State, Engels menjelaskan bahwa sejarah keterpurukan status kaum perempuan bukan disebabkan oleh perubahan tekhnologi, melainkan karena perubahan dalam organisasi kekayaan. Munculnya hewan piaraan dan pertanian menetap, yakni suatu masa awal penciptaan surplus, adalah dasar munculnya private property yang kemudian menjadi dasar bagi perdagangan dan produksi untuk perdagangan. Karena laki-laki mengontrol produksi untuk perdagangan, maka mereka mendominasi hubungan sosial dan politik dan perempuan direduksi menjadi bagian dari property belaka. Sejak itulah dominasi laki-laki dimulai.
Pada zaman kapitalisme, penindasan perempuan malah dilanggengkan oleh berbagai cara dan alasan kerana menguntungkan. Pertama, melalui apa yang disebut sebagai eksploitasi pulang ke rumah, yakni suatu proses yang diperlukan guna membuat laki-laki yang dieksploitasi di pabrik bekerja lebih produktif. Buruh laki-laki yang bekerja di pabrik dan dieksploitasi oleh kapitalis, selanjutnya pulang ke rumah dan terlibat dalam suatu hubungan kerja dengan istri masing-masing. Dalam analisis ini sistem dan struktur hubungan antara kapitalis, buruh dan istrinya adalah sistem yang pada akhirnya menguntungkan pihak kapitalis. Kedua, kaum perempuan dianggap bermanfaat bagi sistem kapitalisme dalam reproduksi buruh murah. Di negara kapitalis maju, dalam struktur dan sistem masyarakat yang yang kapitalistik itu, pihak kapitalis menggantungkan sendi terjaminnya persediaan buruh pada keluarga buruh itu sendiri. Ketiga, masuknya perempuan sebagai buruh juga dianggap oleh mereka sebagai menguntungkan sistem kapitalisme dengan dua alasan: (1) upah buruh perempuan seringkali lebih rendah dibandingkan buruh laki-laki. upah buruh yang rendah ini membantu pihak kapitalis melakukan akumulasi kapital secara lebih cepat. (2) dengan masuknya perempuan dalam sektor perburuhan juga dianggap mnguntungkan sistem kapitalisme karena proses itu dianggap sebagai proses penciptaan buruh cadangan yang tak terbatas. Dalam analis ini, besarnya cadangan buruh ini akan lebih memperkuat posisi tawar menawar kaum kapitalis di hadapan buruh dan sekaligus mengancam solidaritas kaum buruh, dan akhirnya mempercepat akumulasi kapital bagi kapitalis.
Share:

0 Comment:

Posting Komentar

Monggo, Jika Anda Ingin Komentar, Tapi Tolong Gunakan Bahasa Yang Sopan.
Monggo, Jika Anda Ingin Kritik, Tapi Tolong Kritik Yang Membangun.

Total Pageviews

Theme Support