Senin, 16 Oktober 2017

Fransico Guterres Lu Olo, Presiden Timor-Leste Ke-IV

Fransisco Guterres Lu Olo, Presiden Timor-Leste Ke-IV

A.       Biografi Singkat dan Latar Belakang Pendidikan Fransisco Guterres Lu Ólo

Fransisco Guterres  atau yang biasa disebut sebagai Lú Ólo, lahir di Ossu, Municipio Viqueque, pada tanggal 7 September 1954. Dia adalah putra dari Felix Guterres dan Elda da Costa Guterres, dan  merupakan anak ke-enam dari 8 (delapan) bersaudara. Istrinya bernama Cidalia Lopes Nobre Mouzinho Guterres. Mereka dianugrahi 4 (empat) orang anak, antara lain; Fransisco Cidalino Guterres, Eldino Nobre Guterres, Felezito Samora Guterres dan Dalia Guterres.[1] Fransisco Guterres merupakan nama yang diberikan pada saat Ia dibabtis, sedangkan Lú Ólo adalah kode gerilya atau kode perjuangan selama perang melawan kolonialisme Indonesia selama masa Invasi di Timor-Leste.[2] 
Fransisco Guterrers Lu Olo
Pada tahun 1963 Lú Ólo memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar Santa Terezinha (Colegio Santa Terezinha) di Ossu tempat kelahirannya. Setelah lulus dari Santa Teresihnha College pada tahun 1969, Lú Ólo melanjutkan pendidikannya di Liceu Dili hingga tahun 1973. Di tahun yang sama Ia kembali lagi ke Santa Teresinha College dan menjadi guru di sekolah tersebut. Pada tahun 1974 Ia kembali ke Dili dengan tujuan untuk melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi. Namun karena situasi yang terjadi di Portugal serta kondisi sosial masyarakat yang Ia saksikan di Timor-Leste membuat Lú Ólo memilih bergabung dengan Fretelin yang sedang memperjuangkan kemerdekaan Timor-Leste. Lú Ólo meninggalkan pendidikannya dan bergabung dengan Fretelin pada usia 17 tahun. Pada saat itu Ia bergabung dengan tentara Força Armada da Libertação de Timor-Leste (Falintil).[3] Paska kemerdekaan Timor-Leste, pada tahun 2005, Lú Ólo kembali melanjutkan pendidikannya di Universidade Nasional Timor-Lorosa’e (UNTL) dan memperoleh gelar Strata Hukum pada tahun 2012.

B.        Alasan Lú Ólo Meninggalkan Pendidikan dan Bergabung dengan Fretilin

Alasan Lú Ólo memilih untuk mendedikasikan diri dalam perjuangan merebut kemerdekaan Timor-Leste, dikarenakan semasa Lú Ólo masih kecil, Ia sering menyaksikan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kolonialisme Portugal pada masa penjajahan tepatnya pada periode 1972-1973, hingga pada puncaknya ketika terjadi invasi Indonesia di Timor-Timur pada tahun 1975 dan pada massa kolonialisme Indonesia dimana terjadi banyak tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Tentara Indonesia terhadap rakyat Timor-Timur ditambah lagi terjadinya revolusi bunga di Portugal yang mengakibatkan tumbangnya rezim Caetano, membuat Lú Ólo memutuskan bahwa hidup atau mati harus merdeka di atas tanah sendiri. Dalam wawancara yang dilakukan oleh team The Guardian di Istana Presiden Timor-Leste (Palacio do Governo de Timor-Leste) Lú Ólo menceritakan bahwa, sejak Invasi Indonesia ke wilayah Timor-Timur pada 1975, seluruh wilayah Timor-Timur mulai dari Timur hingga Barat hampir tidak sepi dengan perang yang mengakibatkan banyak koleganya yang tumbang dalam perang tersebut. “After Indonesian forces invaded the region in 1975, All of the Timorese territory from east to west was the stage for war, Many of my comrades perished in the war. Even with the people in the beginning of the war, I witnessed the killing of the population by bombardments. Through all of this, it’s what built my character as a Timorese citizen.[4] Seperti yang dijelaskan oleh Gabriel Defert bahwa dalam rentang waktu 1975 hingga 1981  atau 6 tahun pertama kependudukan Indonesia, sekitar 308.000 rakyat Timor-Leste yang kehilangan nyawa. Senada dengan Defert, Professor George Aditjondro juga mengatakan bahwa sekitar 300.000.00 penduduk Timor-Leste yang hilang pada tahun pertama setelah Invasi Indonesia.[5]
Dua minggu paska Revolusi Bunga  di Lisabon, Portugal, pada 13 Mei , Gubernur Almeida membentuk Komisi Timor untuk Penentuan Nasib Sendiri yang antara lain, mendorong terbentuknya serikat-serikat sipil.[6] Akibat dari maklumat 8 Mei 1974 tersebut maka muncullah 5 partai politik yang mejadi embrio partai politik di Timor-Leste. Kelima partai tersebut anatara lain; Partai UDT (União Democratica Timorense) terbentuk pada 11 Mei 1974, partai ASDT (Associção Social Demoratica Timorense) terbentuk pada 20 Mei 1974 dan bertransformasi menjadi partai Fretilin pada 11 September 1974, AITI (Associação Integração de Timor-Indonesia) yang kemudian bertransformasi menjadi APODETI (Associação Popular Democratica Timorense), dan partai yang muncul belakangan yaitu partai KOTA (Klibur Oan Timor Assua’in) yang dibentuk pada 27 Mei 1974, dan Partai Trabalhista (Partai Buruh) yang dibentuk akhir bulan september.[7]
Dari kelima partai poltik tersebut, salah satu partai yang menurut Lú Ólo dapat mengatasi persoalan yang terjadi di Timor-Timur, Partai yang berpihak kepada rakyat dan partai yang berjuang merebut kemerdekaan bagi rakyat Timor adalah partai Fretilin. Alasan itulah yang membuat Ia memilih bergabung dengan partai Fretilin dan meninggalkan pendidikannya.[8] Sebab, Fretilin adalah satu-satunya partai politik di Timor-Timur yang memperjuangkan hak untuk menentukan nasib sendiri bagi rakyat Timor-Timur (the right of the East-Timorese to independence).[9]
Selama massa perang, Lú Ólo menyaksikan banyak koleganya yang terbunuh, salah satu tokoh penting dari Fretilin yang terbunuh waktu itu adalah presiden pertama partai Fretilin, yaitu Nikolau Lobato, selain itu Konis Santana dan kawan-kawannya yang lain. Kematian koleganya itu tidak membuat Lú Ólo menyerah, bagi Lú Ólo hidup atau mati harus merebut kemerdekaan. Kepada team The Inside Story, Lú Ólo menceritakan bahwa; 'In many places I have been, I became emotional, I had tears in my eyes. This happens rarely. What's important is to understand what these tears signify. What they signify is the hope that exists in Fretilin. This is something to consider for the future: what Fretilin will do to serve those people who gave their trust and hope for Fretilin. Many leaders left their blood, their souls and their lives in the mountains. As did many soldiers and the people in the villages who died. There are many whose graves we've never found. Today we're here to honour them and, together with Fretilin, to move forward.[10]
Lú Ólo keluar dari tempat gerillya pada tahun 1999. Ini kali pertama Lú Ólo bertemu dengan keluarganya yang ditinggalkan selama 24 tahun. Selama massa perang, keluarga Lú Ólo sering mendapat tindakan intimidasi dan kekerasan dari Tentara Indonesia agar Lú Ólo bisa menyerahkan diri. Namun hal itu tidak membuat Lú Ólo menyerah justru menjadi tantangan bagi Lú Ólo untuk terus berjuang. João da Costa (sepupu Lú Ólo) menceritakan kepada Team The Inside Story bahwa; During the Indonesian invasion, because we were related to Lú Ólo, some of us were tortured. The ones left behind suffered as much as the ones taken to prison in Aatauro. We couldn't work in the rice fields far away or travel long distances because they thought we'd contact Lú Ólo.[11] Lebih lanjut Lú Ólo menjelaskan bahwa; In 1991 the Indonesian's discovered that I was still alive in the mountains so they sent my family to prison. They tried to force me to surrender but I didn't surrender. It made me stronger and more determined to resist the Indonesian vandals. From that moment I didn't care if I died. So I decided to die in the mountains, but fortunately I didn't die and most of my family are still alive.
Setelah tewasnya Nikolão Lobato dan beberapa tokoh utama dalam internal Fretilin, Xanana Gusmão tampil mengambil ahli kepemimpinan Fretilin pada 1981. Bersamaan dengan itu, strategi perjuangan lebih dititikberatkan pada perang politik dan diplomasi. Namun demikian, efektifitas aksi-aksi militer tetap diperhitungkan sebagai tanda tetap adanya perlawanan dari Fretilin. Maka dibentuklah suatu badan otonom yang diberi tugas melakukan perlawanan bersenjata, yaitu CRRM (Commando Revolucionario da Resistencia Maubere) yang posisinya masih dibawah komando atau kontrol Komite Sentral (CC) Fretilin dan membawahi secara khusus angkatan bersenjata Falintil (Forcas Armadas da Libertaçao Nacional de Timor-Leste). Setahun setelah konferensi partai Fretilin di Aitana pada 1987, strategi perjuangan Fretilin diubah menjadi perlawanan seluruh rakyat Timor-Timur tanpa memandang afiliasi partai politiknya dengan membentuk CNRM (Conselho Nasional Resistencia Maubere) sebagai organisasi yang memayungi seluruh kekuatan perlawanan rakyat Timor-Timur yang terdiri dari tiga front perjaungan yaitu; Front Diplomatik, Front Klandestine, dan Front Armada (Falintil). Front Diplomatik dipimpin oleh Jose Manuel Ramos Horta yang melakukan negosiasi tentang hak penentuan nasib sendiri bagi TimorTimur, Front Klandestine terdiri pelajar, pemuda, mahasiswa hingga pegawai negeri sipil anti-integrasi yang memobilisasi diri dalam organisasi perlawanan seperti Renetil, Impettu, Dewan Solidaritas Mahasiswa Timtim, Forsa Repetil Fitun, Sagrada Familia, Ojetil, dan lain sebainya. Kelopok inilah yang menjadi basis perjuangan Front Armada atau tentara Falintil,  dan yang terakhir front Armada Falintil merupakan kelompok bersenjata yang berjuang di hutan-hutan.[12]
Lú Ólo sendiri bergabung dalam Front Armada (Falintil) bentukan Fretilin[13] dan berperan penting di dalam front Klandestin. Dimana dia sebagai penyambung lidah antara kelompok anti-integrasi yang tergabung dalam front klandestine dengan para petinggi pejuang dalam Komite Sentral Fretilin dengan memberikan informasi yang diperoleh dari masyarakat anti-integrasi kepada pemimpin Fretilin dan Front Armada. Pada awal 1990-an ketika terjadi penangkapan terhadap beberapa figur politik seperti Rankadalak di tahun 1991, Xanana Gusmão di tahun 1992, dan Bukar di tahun 1993 serta kematian Konis Santana pada 1997 menimbulkan terjadinya perubahan di dalam internal Fretilin dan Falintil. Lú Ólo yang pada waktu itu belum tertangkap dengan segera mengambil inisiyatif untuk mengambil posisi sentral dalam internal Fretilin yaitu menjadi pemimpin dalam partai Fretilin.[14]
Peralihan kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia dari Presiden Soeharto ke tangan Habibie pada bulan Mei 1998 memberikan harapan bagi para pejuang kemerdekaan Timor-Leste. Pada tanggal 27 Januari 1999, Presiden Republik Indonesia mengumumkan dua opsi bagi rakyat Timor-Timur (sebutan Timor-Leste pada massa integrasi) yang pada dassarnya menyerahkan keputusan akhir massa depan kawasan tersebut kepada masyarakat Timor-Timur sendiri. Dalam hal ini, masyarakat Timor-Timur dapat menentukan keputusannya melalui proses jajak pendapat untuk setuju atau menolak tawaran status Daerah Otonomi Khusus (DOK) yang diberikan. Jika mayoritas penduduk memilih status Otonomi Khusus, Timor-Timur akan tetap menjadi bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebaliknya, jika penawaran Otonomi Khusus ditolak, maka Timor-Timur akan berpisah dari Indonesia dan menentukan nasib sendiri.[15] Dari hasil jajak pendapat yang dilakukan pada tanggal 30 Agustus 1999, sebanyak 78.5% suara menolak tawaran DOK.[16] Pada tahun 20 Mei 2002, Timor-Leste diakui secara Internasional sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.

C.        Latar Belakang Politik dan Militer.

Perjalanan karir politik Lú Ólo dimulai ketika Ia memutuskan untuk bergabung dengan tentara gerilyawan yang memperjuangkan kemerdekaan Timor-Leste. Pada tahun 1974 Lú Ólo bergabung dengan partai ASDT yang dibentuk pada 20 Mei 1974 sebagai simpatisan dan menjadi anggota militansi partai Fretilin setelah partai ASDT bertransformasi menjadi Partai Fretelin pada 11 September 1974. Alasan Lú Ólo bergabung dengan partai ASDT dikarenakan Ia tertarik dengan platform partai yang ingin mendirikan negara Timor-Leste yang berdaulat guna mewujudkan kedaulatan rakyat bagi rakyat Timor-Leste. Manifesto Partai Fretilin menyerukan penolakan terhadap kolonialisme partisipasi segera orang Timor dalam pemerintahan lokal, dan diakhirinya diskriminasasi rasial, perjuangan melawan korupsi, dan hubungan baik dengan negara-negara tetangga.[17] Ketika terjadi invasi Indonesia pada tahun 1975, Lú Ólo bergabung dengan tentara pejuang kemerdekaan yang dipimpin oleh Lino Osaka, di Ossu. Sekaligus menjadi pemimpin di Comite Central Fretilin.
Kendati karir politik Lú Ólo tidak se-cemerlang karir politik Xanana Gusmão, Ramos Horta maupun Mari Alkatiri. Namun demikian, Lú Ólo juga merupakan salah satu politisi karismatik dan dihormati di Timor-Leste. Hal ini dikarenakan Lú Ólo adalah seorang mantan pejuang perlawanan yang menghabiskan seluruh 24 tahun di pegunungan selama masa invasi Indoenesia. Paska 1999 Lú Ólo merupakan pemimpin paling senior Fretilin di dalam negeri. Selain itu, Ketika terjadi kesulitan dalam perjuangan yang disebabkan oleh lemahnya basis perlawanan akibat penangakapan beberapa figur politik dan tewasnya beberapa pemimpin gerilyawan, Lú Ólo memgambil ahli dalam perjuangan sebagai komisaris politik baik di internal Fretilin maupun dalam Front Armada. Hal inilah yang kemudian membuat Lú Ólo dihormati di Timor-Leste.
Selama massa perang, Lú Ólo pernah menjabat di beberapa posisi dalam Fretilin, antara lain; pada tahun 1976 Lú Ólo menjabat sebagai Wakil Sekretaris região III[18] (wilayah perlawanan bagian Timur pegunungan Matebian) yang dipimpin oleh  Falur Rate Laek alias Raul. Pada tahun 1979-1978, Ia menjabat sebagai Komisaris Politik Ponta Leste. Tahun 1993, ketika Mau Huno dan Xanana ditangkap, Lú Ólo mengambil posisi sebagai Wakil Sekretaris Komisi Kebijakan Fretilin (Comissão  Directiva da Fretilin) dan pada tahun 1997 ketika Konis Santana meninggal, Lú Ólo naik ke posisi sekretaris CDF yang dipimpin oleh Konis Santana sebelumnya.[19] Pada periode 1998-1999 Lú Ólo menjabat sebagai presiden Fretilin, setelah Konferensi Fretilin yang diselenggarakan di Sidney-Australia. Pada periode 2001- 2005 Ia terpilih kembali menjadi presiden Fretilin untuk periode 5  (Lima Tahun), dan terpilih kembali pada periode 2006-2011.[20] Pada periode September 2001 – Mei 2002 Lú Ólo terpilih sebagai Presiden Majelis Konstituante lewat kemenangan partai Fretilin dalam pemilihan umum anggota Majelis Konstituante[21] yang dilakukan pada 30 Agustus 2001 dengan perolehan 55 kursi dari 88 kursi Parlemen. Majelis Konstituante bertugas untuk mempersiapakan Undang-Undang Dasar bagi Timor-Timur yang merdeka dan demokrasi.[22] Setelah kemerdekaan Timor-Leste, Majelis Konstituante bertransformasi menjadi Parlemen Nasional Timor-Leste, Lú Ólo diangkat menjadi presiden Parlmen Nasional Timor-Leste mulai dari tahun 2002 hingga tanggal 31 Juli 2007.[23] Pada tahun 2007 tampil sebagai kandidat dari partai Fretilin. Ia mendeklarasikan pencalonan setelah menang voting yang dilakukan oleh partai Fretelin. Isu yang dibawa Lú Ólo pada waktu itu adalah penyelesaian konflik yang terjadi dalam kubu tentara Timor-Leste (FDTL) dan kepolisian Timor-Leste (PNTL).

D.           Faktor Kegagalan Lú Ólo dalam Pemilu 2007 dan 2012

Seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa paska didemisioner dari Presiden Parlemen Nasional Timor-Leste, Lú Ólo kembali bermain di dunia politik Timor-Leste dengan mencalonkan diri dalam ajang perebutan kursi kepresidenan Timor-Leste pada tahun 2007 dan 2012. Keinginan Lú Ólo ingin menjadi pemimpin di negara Timor-Leste bukan tanpa alasan. Lú Ólo mengetahui, paska Timor-Leste melepaskan diri dari NKRI, belum ada perubahan signifikan di kehidupan rakyat Timor-Leste. Kondisi seperti kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya akses pendidikan, kesehatan, air bersih masih menjadi persoalan bagi rakyat Timor-Leste. Dampak dari semua itu, sering terjadi tindakan kekerasan atau kerusuhan antar pemuda maupun pelajar. Hingga pada puncaknya terjadinya krisis 2008 yang menewaskan mayor Alfredo Reinaldo Alves. Kurangnya lapangan pekerjaan juga membuat banyak pemuda yang mencari pekerjaan di luar negeri, seperi di Korea Selatan, Inggris dan lain-lain. Namun dikarenakan beberapa faktor yang menjadi penghambat, keinginan Lú Ólo untuk menjadi pemimpin di Timor-Leste tidak menghasilkan kesuksesan.
Terdapat beberapa hal yang menjadi faktor kegagalan Lú Ólo dalam pemilihan presiden Timor-Leste tahun 2007 dan 2012. Pada pemilihan presiden tahun 2007, Lú Ólo ikut mencalonkan diri untuk merebut kursi kepresidenan di Timor-Leste yang membuat Lú Ólo bertarung dengan 8 (delapan) kandidat pada pemilihan presiden putaran pertama. Dari kedelapan kandidat tersebut, kandidat yang paling diunggulkan adalah José Manuel Ramos Horta. Hal ini dikarenakan tokoh penerima hadiah Nobel Perdamaian tahun 1999 dan mantan pemimpin kelompok Maputo serta mantan Menteri Luar Negeri tersebut mendapatkan dukungan dari tokoh karismatik dan mantan geryliawan Xanana Gusmão dengan partainya. Seperti diketahui, Xanana Gusmão merupakan mantan gerilyawan dan pemimpin CNRT yang hingga saat ini masih memiliki pengaruh besar di panggung politik Timor Leste. 
Dukungan Xanana Gusmão dengan partainya berhasil mengantarkan Ramos Horta lolos ke pemilihan putaran kedua, dimana pada putaran pertama yang dilaksanakan pada 9 April 2007, Ramos Horta berhasil meraih suara sebanyak 21.81%, dibawa kandidat partai Fretilin, Fransisco Guterres Lú Ólo yang memperoleh suara sebanyak 27.89% suara. Oleh karena, tidak ada kandidat yang meraih suara mayoritas 50%+1 suara dalam pemilihan putaran pertama, maka akan digelar pemilihan putaran kedua yang akan diikuti oleh dua kandidat peraih suara terbanyak sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.[24]
Pada pemilihan putaran kedua yang diselenggarakan pada 9 Mei 2007, Ramos Horta kembali mendapatkan dukungan dari empat partai sekaligus.[25] Keempat partai tersebut antara lain; Partai PD yang dipimpin oleh Fernando de Araujo La Sama yang memperoleh suara 19.18% pada pemilu putaran pertama, Fransisco Xavier do Amaral (ASDT) dengan perolehan suara 14.39%, Lucia Lobato (PSD) dengan perolehan suara sebanyak 8.86%, serta João Carascalão (UDT) dan Avelino Coelo (PST), yang masing-masing memperoleh suara sebanyak 1.72% dan 2.06%. Sementara kandidat dari partai Fretilin hanya didukung oleh Manuel Tilman yang hanya memperoleh 4% suara.[26]
Dukungan dari ke empat kandidat yang gagal melanjutkan ke pemilihan putaran kedua ditambah lagi dengan dukungan dari Xanana Gusmão, akhirnya mengantarkan Ramos Horta menjadi presiden Timor-Leste dengan perolehan suara sebanyak 69.18 % suara, mengalahkan Fransisco Guterres Lú Ólo yang hanya memperoleh suara sebanyak 30.82% suara.[27] Dengan demikian, kekalahan Fransisco Guterres Lú Ólo dari Ramos Horta pada pemilu presiden 2007, dikarenakan kurangnya strategi dan taktik yang digunakan oleh partai Fretilin dalam pemilu tersebut. Misalnya tidak membangun koalisi atau mencari dukungan dari partai lain seperti yang dilakukan oleh Ramos Horta. Bahkan mantan presiden Timor-Timur pada 1975 yaitu Fransisco Xavier do Amaral pun tidak memberikan dukungan terhadap kandidat Lú Ólo, melainkan memberikan dukungannya kepada Ramos Horta. Padahal Fransisco Xavier merupakan tokoh pendiri partai Fretilin yang bertransformasi dari partai ASDT pada tahun 1974.
Faktor lain yang menjadi penyebab kekalahan Lú Ólo dalam pemilu 2007 adalah hilangnya kepercayaan dari rakyat Timor-Leste, baik kalangan intelektual maupun pihak gereja terhadap Fretilin yang dianggap gagal dalam membangun pemerintahan selama 5 tahun periode 2002-2007. Bagi kalangan intelektual dan pihak gereja, Fretilin selama 5 tahun memimpin pemerintahan, tidak ada perubahan yang singifikan. Kehilangan kepercayaan ini juga diperkuat oleh tersingkirnya mantan Sekretaris Jenderal partai Fretilin, Mari Alkatiri dari jabatan Perdana Menteri menjelang pemilihan presiden, akibat gagal menangani krisis politik yang terjadi pada waktu itu.[28]
Selain itu, faktor lain yang menjadi penyebab gagalnya Lú Ólo dalam pemilu prsiden 2007 dikarekana adanya perpecahan di internal partai Fretilin menjelang pemilu. Perpecahan ini berawal dari tertutupnya (secret ballot bukan show hand/terbuka) mekanisme votting atau pemilihan sekjend partai baru yang digunakan dalam konggres partai Fretilin yang dilaksanakan pada bulan Mei 2006 yang membuat sekjend Mari Alkatiri terpilih kembali. Akibatnya banyak kandidat yang mengundurkan diri dari pencalonan Sekjen, bahkan memboikot pemilihan. Kelompok pemboikot ini dinamakan Frente Mudansa (Reformis).[29] Selanjutnya beberapa tokoh yang tergabung dalam kelompok ini keluar dari partai Fretilin dan membentuk partai baru yang dinamakan Fretelin Mudansa yang dipimpin oleh Jusé Luis Guterres.[30]
Walaupun José Luis Guterres dengan partainya tidak mengikuti pemilihan presiden tahun 2007, namum nampaknya anggota partai tersebut memberikan dukungan terhadap Ramos Horta. Hal ini dapat dilihat dari bukti bahwa paska Xanana Gusmão ditetapkan menjadi Perdana Menteri, Xanana langsung menunjuk José Luis Guterres menjadi Wakil Perdana Menteri.[31]
Pada pemilihan presiden Timor-Leste tahun 2012, Lú Ólo kembali dicalonkan oleh partai Fretilin. Alasan yang melatarbelakangi Lú Ólo kembali bermain dalam ajang perebutan kursi kepresiden Timor-Leste ini masih sama, yaitu, Lú Ólo menganggap bahwa kehidupan rakyat masih jauh dari kata sejahtera. Oleh karena itu, Lú Ólo ingin memperbaiki kehidupan rakyat dan membangun negara mulai dari akar rumput. Ia ingin membangun negara mulai dari aspek pendidikan, aspek kesehatan, aspek pertanian dan lain sebagainya.
Pada putaran pertama pemilihan presiden Timor-Leste tahun 2012, Ló Ólo berhasil mengalahkan lawan-lawannya dengan meraih suara terbanyak yaitu 28.76% suara dari jumlah suara sah. Oleh karena tidak ada kandidat yang meraih suara mayoritas lebih dari 50%+1 dari jumlah suara sah. Maka Lú Ólo bersaing merebut kursi kepresiden Timor-Leste melalui pemilihan putara kedua dengan kandidat Mayor Jenderal Taur Matan Ruak yang juga memperoleh suara terbanyak kedua pada pemilihan putaran pertama tersebut dengan perolehan suara sebanyak 27.51% suara dari jumla suara sah.[32]
Pada pemilihan putaran kedua yang diselenggarakan pada tanggal 16 April 2012. L’u Ólo kalah telak dari Mayor Jenderal Taur Matan Ruak memperoleh suara sebanyak 61.23%, dibandingkan dengan Lú Ólo yang hanya memperoleh 38.77% suara.[33] Hal ini dikarenakan Taur Matan Ruak mendapatkan dukungan penuh dari Xanana Gusmão dengan partai CNRT. Seperti diketahui, Xanana merupakan tokoh karismatik yang pengaruh politiknya masih kuat di Timor-Leste. Kemenangan Ramos Horta dalam pemilihan presidien Timor-Leste 2007 dikarenakan adanya dukungan dari Xanana Gusmão. Bahkan jauh sebelum pemilihan putaran kedua dimulai, tokoh-tokoh politik sudah memprediksi akan kemenangan Taur Matan Ruak. Florenci Mario Viera, mengatakan, jika lolos ke pemilihan putaran kedua adalah Lú Ólo dan Taur Matan Ruak, maka Taur akan menang mutlak, karena mendapatkan dukungan penuh dari PM Timor-Leste dan mantan presiden, Xanana Gusmão.[34] Dukungan partai CNRT terhadap Taur Matan Ruak diumumkan langsung oleh Sekretaris Jenderal partai CNRT, Deonisio Babo dan Ketua Komisi Politik Nasional Partai CNRT, Fransisco Kalbuady dalam sebuah konferensi pers di markas besar CNRT di Bairo Dos Grilos ,Dili pada 11-12 Januari 2012.[35]




[1] . Lili Vanna. 2001. Biografi Lu Olo Pemimpin Partai Fretelin. Lian Maubere Edisi XXXIII. Diakses dari: https://wn.com/biografi_lu_olo_pemimpin_partai_fretilin
[2] . Kata Mari Alkatiri kepada team abc di markas besar Fretilin pada saat perayaan ulang tahun Lu Olo. Dikases dari: http://www.abc.net.au/etimor/epis2.htm
[4] . Helen Davidson. 2017. Timor-Leste president Francisco 'Lu’Olo' Guterres: a product of war now pushing for peace. Diakses dari: https://www.theguardian.com/world/2017/jun/08/timor-leste-president-francisco-luolo-guterres-a-product-of-war-now-pushing-for-peace
[5] . A. Barbedo de Magalhães. 2004. East Timor: The Struggle For Freedom. Hal 2. Dikutip dari: http://www.fd.uc.pt/igc/pdf/papers/EastTimor_thestruggleforfreedom_March2004.pdf
[6] . Chega.2010. Laporan Komisi Penerimaan Kebenaran dan Rekonsiliasi Timor-Leste (CAVR). Volume I. Hal 201
[7] . Tempo, Majalah Berita Mingguan. 1975. Duduk Perkara Kekacauan. Dikutip dari Dokumen Pra- Integrasi Timor-Timur 1975 yang dipublikasi oleh Biro Informasi dan Data. Hal 35
[8].Pernyataan ini merupakan pernyataan Lu OLO yang disampaikan kepada team journalist timoroaman.com dalam wawancara yang dilakukan pada tanggal 20 Mei 2013. Dalam wawancara tersebut menggunakan bahasa resmi Timor-Leste, Bahasa Tetum. Sumber Tulisan www.timoroman.com atau http://exilados-tl.blogspot.co.id/2013/05/dedikasaun-lu-olo-iha-luta.html
[9] . Estevão Cabral. 2003. Fretelin and The Strunggle For Independence In East Timor 1974-2002. An examination of the constraints and opportunities for a non-state nationalist movement in the late twentieth century. Lancaster University. Hal 20
[11] . Pernyataan#d ini dikutip dari video dukomenter Fransisco Guterres Lu Olo yang diproduksi oleh Australian Movie Ltd, dengan judul East Timor Birth of Nation, Lu Olo Story yang dikases dari: https://www.youtube.com/watch?v=vMBoBRDB8Ao
[12]. Zacky Anwar Makarim. Dkk. 2003. Hari-Hari Terakhir Timor-Timur, Sebuah Kesaksia..Enka Parahiyangan. Jakarta. Hal 79-84
[13]. Op. Cit. Estevão Cabral. 2003.  Hal 22
[14]. Op. Cit. Estevão Cabral. 2003. Hal 440
[15]. Zacky Anwar Makarim. Dkk. 2003. Hari-Hari Terakhir Timor-Timur, Sebuah Kesaksia..Enka Parahiyangan. Jakarta. Hal 28
[16]. Ibid. Zacky Anwar. M. Hal 42
[17]. Geoffrey C. Gunn.2005. 500 Tahun Timor- Lorosa’e. Sa’he Intitute of Liberation. Dili. Hal 411.
[18] . Selama perang, organisasi bersenjata FALINTIL membagi Timor-Timur kedalam empat região (wilayah) perjuangan. Região I dipimpin oleh Titu da Costa alias Lere Anan Timor. Kawasan perjuangan mereka meliputi seluruh Kabupaten Lospalos dan seluruh wilayah timur Kabutpaten Baukau. Região II dipimpin oleh Sabica. Wilayah perjuangan meliputi Kabupaten Viqueque, dan wilayah barat Kabupaten Baukau, wilayah selatan dan timur Kabupaten Manatuto. Região III dipimpin oleh Falur Rate Laek alias Raul. Wilayah perjuangan meliputi seluruh Kabupaten Dili, Aileu, Same, Manatuto Utara, Ainaro Timur, Ermera Timur, dan Liquica Timur. Região IV dipimpin oleh Ular alias Asiuk. Wilayah perjuangan meliputi Kabupaten Bobonaro, Coba-Lima, Ermera Barat, Liquica Barat, dan Ainaro Barat. Lihat; Zacky Anwar.dkk. Hari-Hari Terakhir Timor-Timur; sebuah kesaksian. Hal. 80.
[19]. Api-Uku. 2012. Biografia Comandante Nino Konis Santana. Diakses dari: ita-nian.blogs.sapo.tl
[20]. Anonim. 2017. Short Biography, H.E. Fransisco Guterres Lu Olo. Diakses dari: ccln-media.squarespace.com/s/Bio-Lu-Olo-020417.pdf
[21]. Boletim24. 2017.Perfil-Fransisco Guterres Lu Olo, Eis Presidenti Parlamento Nacional Povo Hili Sai Presindenti RDTL. Diakses dari: http://www.boletim24.com/tet/2017/03/22/perfil-francisco-guterres-lu-olo-eis-prezidenti-parlamento-nacional-povu-hili-sai-prezidenti-rdtl/
[22]. Kristio Wahyono. 2010. Sepuluh Tahun Tragedi TimTim: Timor Target. Hal 87-89
[23]. Tulisan ini dikutip dari artikel yang ditulis oleh Team Sukses Fransisco Guterres Lu Olo tentang Curriculum Vitae Fransisco Guterres Lu Olo yang dimuat dalam artikel Fretelin.Media pada 25 Juli 2011. Sumber dari tulisan ini masih menggunakan domain blogspot, namun dijamin kepercayaanya sebab dalam blog tersebut dicantumkan kontak person dari Anggota Parlemen (Deputado) Jose Terxeira, (+670 728 7080) serta email Media FretIlin (fretilin.media@gmail.com). Sumber tulisan: http://fretilinmedia.blogspot.co.id/2011/07/curriculum-vitae-francisco-guterres-lu.html
[24] . Op.Cit. Kristio Wahyono. Hal 250
[25] .Ibid. Kristio Wahyono. Hal 257
[26] . CNE. 2007. Eleisaun Prezidenter 2007 Republica Democratika de Timor-leste. ACTA Final Apuramentu Nacional. Hal 1
[27] . EU Election Observation Mission (EU EOM).2007. Final Report, Timor-Leste  Presidential & Parliamentary Election. Hal 7
[28] . Op. Cit. Kritio Wahyono. Hal 258-259
[29] . Ibid. Hal 264
[30] . Fundasaun Mahein. 2011. Potensi Ancaman Keamanan Menjelag Pemilu 2012. Mahein Nia Lian. No.19,28 Abril 211. Hal 4
[31] . Op.Cit. Kristio Wahyono. Hal 266
[32] . STAE (Sectretario Têcnico da Adminstração Eleitoral). 2012. Timor-Leste Eleições Gerais de 2012.STAE. Dili. Timor-Leste. Hal 5. Diakses dari: https://issuu.com/publicacoes.stae/docs/timor-leste__elei__es_gerais_de_2012
[33]. Ibid. STAE. Hal 53
[34] . Antaranews.com. 2012. Lú Ólo Unggul Sementara Dalam Pilpres Timor-Leste. Diakses dari: http://www.antaranews.com/print/301932/lu-olo-unggul-sementara-dalam-pilpres-timor-leste
[35] . Ita Lismawati F.Malau. 2012. Partai CNRT Dukung Capres Taur Matan Ruak. Diakses dari: http://www.viva.co.id/berita/dunia/291186-partai-xanana-gusmao-dukung-capres-taur-matan
Share:

Total Pageviews

Theme Support