Awal mula masyarakat menggunakan alat kekerasan
sebagai pelindung hasil produksi, ketika masyarakat mengalami perkembangan alat
produksi sehingga hasil dari produksi ini tidak hanya memenuhi kebutuhan
kelompoknya dalam sehari, akan tetapi sudah sangat berlebihan, dari sini kemudian masyarakat berpikir untuk mengelolah agar dapat terus digunakan
sebagai pemenuhan kebutuhan selajutnya, maka dari itu masyarakat pada waktu itu
membuat alat yang mampu mempertahankan hasil produksi mereka dan menghindarkan
dari perebutan kelompok lain, ini kemudian menjadi dogtrin bahwa diluar dari
kelompok mereka adalah musuh dan perluh membangun kekuatan pelidung agar dapat
terhindar serangan . dapat kita tarik pelajaran sejarah perkembangan
masyarakat, kitika alat produksi hanya menjadi kepemilikan individu atau
masyarakat sudah mulai mengenal nilai lebih dan penguasaan hasil produksi
sendiri disitulah awal mula kekerasan dan penciptaan alat – alat kekerasan (
algojo, prajurit ) sebagai alat untuk mempertahankan dan menguasai hasil
produksi.
Untuk memahami militer tidak dapat kita lepaskan
dari konteks sejarah perkembangan
masyarakat sebagai kenyataan sosial yang terus berkembang, sehingga kita
dapat mengetahui secara hakikat dasar apa yang melatarbelakangi atau awal mula
munculnya militer di jagat ini. Ketika pemahaman sudah menjadi cara pandang
dalam melihat kenyataan sosial, tentunya
kita dapat lebih mampu melihat keakar-akarnya, apakah benar dalam
konteks militer hari bukan alat kelas untuk memproduksi kekerasan sebagai
pendorong akumulasi kapital untuk terus eksis di bumi ini, sejarah telah
membuktikan bahwa negara kapitalis sejak revolusi industri melancarakan perang
untuk memperbesar sumbangan akumulasi modal kepada negara. Negara kapital
sering membangun kekuatan persenjataan dan kekuatan perang, dan tampil dalam
bentuk ekspansi sebagai upaya untuk terus memperbanyak akumulasi modal serta
menjadi negara yang berkuasa terhadap negara lain, tidak hanya sampai disitu,
negara dengan kekuatan senjata terus melakukan bentuk monopoli agar dapat
mempengaruhi segalah kebijakan politik suatu negara, artinya dapat ditarik
benang mera bahwa sangat jelas militer adalah penopang bentuk kolonialisme dan
imperialisme.atau menurut Lenin “ militer dalam bentuk perang pada hakikatnya
adalah politik yang dilanjutkan dengan cara lain “.
Sebagian besar
negara makmur “kapitalis” menjadi biang
keladi dari segala bentuk perang, kekerasan dan menciptakan ketimpangan serta
keterbelakangan. Akibatnya, munculah ketegangan sosial dan regional, sehingga
sering kali mendorong negara terbelakang kedalam ketegangan sosial politik
serta konflik berkepanjangan yang akhirnya negara maju menikmati dan menyapu
bersih keuntungan ekonomi. Tidak dapat dipungkiri penguasaan ekonomi politk
yang dilakukan rezim kapital menciptakan pertentangan yang tidak terdamaikan.
Akibatnya penguasaan lembaga kekerasan “ militer “ menjadi alat rezim untuk
melegalka bentuk – bentuk ketidak adilan kepada massa rakyat dan menutup rapat
dasar demokrasi di negara terbelakang melalui resim militer yang patuh terhadap
kepentingan kapitalisme internasional, agar mampu membangun pondasi sistem
kapitalis sebagai pendorong peningkatan produksi akumulasi kapital sebanya-
banyaknya. Dalam hal ini negara terbelakang sangat terbuka akan terjadi proses
kudeta atau proses perebutan kekuasaan
pada rezim yang tidak dianggap lebih produktif dari negara maju dalam
mendorong akumulasi kapital, lebih paranya lagi ketika rezim militer mematikan
seluruh hak – hak sipil sebagai bentuk meredam gejolak perlawanan massa rakyat
sipil untuk menutut hak kesejahteraan akibat dari pemiskinan yang diciptakan
oleh sistem kapitalis.
B. Militerisme dan Militerisasi
Militer merupakan
nilai, ideology, prinsip–prinsip dalam keseharian pada tubuh militer yang
tertanam dalam nilai dan prilaku secara terus-menerus, seperti hirarki,
komandois, sentralistik, penyeragaman, mengutamakan penyelesaian fisik untuk
mencapai tujuan tertentu, menggunakan wacana kawan – lawan dalam melihat
perbedaan, Ini menjadi model – model keseharian organisasi dan selalu dianggap
lebih baik dari organisasi sipil. Bentuk pengorganisasian efektif dan efisien
yang dimiliki militer dapat lebih mempermudah dalam mencapai tujuan tertentu,
karena militer tidak mengenal partisipasi untuk pengambilan keputusan, setiap
anggota militer tidak memiliki hak dan terlibat mengambil keputusan maupun
membuat keputusan bersama. Keputusan sepenuhnya menjadi otoritas bagi pemimpin, sebaliknya anggota
kelompok berkewajiban menjalankan perintah tanpa banyak tanya atau mendebat.
Sebagai gantinya, bentuk organisasi militeristik mengedepankan mobilisasi.
Dalam mobilisasi setiap anggota sebuah komunitas ( kesatuan ) bergerak atas
dasar self determination atau kemerdekaan pribadi, akan tetapi digerakkan untuk
tujuan abstrak seperti nasionalisme sempit, patriotisme, atau musuh bersama.
Trend perang
merupakan wajah militer yang terus membanyangi dunia ini, militer selalu
dijadikan alat untuk menyelesaikan persoalan sosial, ketika seperti ini
tentunya kekuatan perang terus di produksi sebagai pendukung dan pendorong
kekuatan militer, tak heran kalau militer menjadi sangat penting untuk terus
menciptakan kemampuan, kekuatan
teknologi senjata terus-menerus. Dari perkembangan teknologi senjata
makin banyak memakan korban massa. Militer akan menjadi kekuatan menakutkan di
kehidupan massa rakyat yang setiap
saat, bisa menjadi malah petaka bagi
massa rakyat serta acaman bagi peradaban di muka bumi ini, bahkan perang akan
diproduksi untuk kepentingan pemegang alat sumber produksi yang mendorong
percepatan akumulasi kapital. Tidak harus terlalu sempir meletakan militer
hanya pada alat perang, namun harus juga dilihat pada sudut pandang yang luas,
sehingga dapat lebih jelas melihat pengaruh dalam sosial, ekonomi politik.
Peran militer dalam
kehidupan sipil menjadi titik persoalan besar apa bila militer memberangus hak
sipil dan masuk pada ranah sosial, ekonomi politik, serta membangun
ideologi militer pada massa rakyat.
Tidak dapat ditolak bahwa ideology
militer akan menjadi tata nilai dan prinsip-prinsip hidup bagi massa rakyat
yang berjalan secara sistematis dan rasional, bahkan lebih parah lagi ideologi
ini menjadi ikon, dan ritual – ritual
dalam proses penyelesaian masalah sosial yaitu kekerasan tanpa ada prinsip
demokratis, karena militer pada hakekatnya adalah milik suatu kelas penguasa,
tidak mengutamakan nilai dan prinsip demokratis, sebab militer dibesarkan oleh
penguasa, ia dididik oleh tradisi penyeragaman, hirarkis, komandois, pada
puncaknya tidak membangkitkan gagasan kepemilikan bersama tetapi hanya
kepentingan proses akumulasi modal dan melindungi segala kepemilikan kelas
penguasa.
Dinamika produksi
penindasan terhadap sistem sosial, ekonomi politik sebagai pemenuhan akumulasi
modal, terjadi pada dunia ketiga merupakan
bentuk inperialisme dibalik kepentingan rezim modal internasional,
menjadi paktor utama keterbelakangan bagi negara dunia ketiga. Berangkat dari
persoalan pokok ini tidak dapat kita pisahkan
militer pada negara dunia ketiga, dimana militer hanya menjadi alat
kepentingan dalam melindungi aset kepentingan penguasa rezim modal internasional. Negara dunia
ketiga harus menjadi alat yang menyediakan seluruh tata-tertip sosial dan
pondasi sistem ekonomi kapitalis, akibat dari semua ini penetrasi negara pada
ruang sipil makin menjadi-jadi dan mengarah pada bentuk kekerasan pada
masayarakat sipil. Tidak salah lagi pasti militer akan menjadi jawaban atas
persoalan ini karena siapapun yang akan menghambat kepentingan rezim modal
internasional tidak akan ada maaf. Artinya militer adalah anak kandung dari
kapitalis.
Sumber:
Tugas Ini Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Dalam Mata Kuliah Analisa Kekuatan Politik
Dosen Pengampu: Ade Marup.W, S.IP
Universitas Muhammadiyah Yogyakrta
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Hubungan Internasional
0 Comment:
Posting Komentar
Monggo, Jika Anda Ingin Komentar, Tapi Tolong Gunakan Bahasa Yang Sopan.
Monggo, Jika Anda Ingin Kritik, Tapi Tolong Kritik Yang Membangun.