Julius Dos Santos adalah putra bungsu dari pasangan Quintino de Neri dan
Maria Encarnação Barreto. Ia mempunyai 3 saudara perempuan dan 3 saudara
laki-laki. Ia dilahirkan di kampung Sabur Lili, sebuah kampung di sebelah timur
Suco Dato-Tolu, Kecamatan Fohorem, Kabupaten Cova-Lima, Timor-Leste pada 17
Juni 1992. Ia dilahirkan ketika kedua orang tuanya sedang berada di
ladang/sawah yang lokasinya jauh dari kecamatan. Fasilitas seperti Rumah Sakit
atau Puskesmas hanya ada di kecamatan yang jaraknya sekitar 10 km dari lokasi
ia dilahirkan. Sehingga ia dilahirkan dengan fasilitas seadanya, di sebuah
gubuk kecil yang biasa digunakan untuk berteduh saat tiba hujan dan menaruh
makanan saat berangkat dari rumah. Tanpa bantuan bidan atau dengan fasilitas
rumah sakit. Setelah ia lahir, ia diberi nama Koly Bau. Koly Bau adalah nama
kakeknya yang sudah meninggal. Julius Dos Santos adalah nama yang diberikan
pada waktu ia dibabtis. Sementara Ryus adalah nama panggilannya semasa ia masih
kecil.
Ayahnya
pensiunan tentara Klandestin, tentara pejuang kemerdekaan Timor-leste dengan Jabatan sebagai Sersan. Ibunya
seorang petani. Pada usia 3 tahun ayahnya meninggal dunia karena luka yang
dideritanya saat jatuh dari atas batu di kebun kopi milik keluarganya. Saat itu
juga keluarganya mulai hidup dalam masa-masa serba kesulitan. Ibunya harus
banting tulang untuk menghidupi keluarga mereka dan membiayai sekolah kelima
anaknya. Semua harta peninggalan suaminya dijual demi menghidupi keluarga dan
membiayai sekolah anak-anaknya. Walau hidup dalam kondisi yang serba kekurangan
atau kesulitan, namun semangat ibunya tak pernah reda. Ia bahkan sampai menjual
cabe, terong hanya untuk beli beras untuk bisa mengisi perut anak2nya. Bersyukurlah
anak-nya yang nomor dua mendapatkan beasiswa dari pemerintah daerah. Dengan
adanya bantuan tersebut dapat mengurangi beban ibu nya. Kakaknya yang nomor dua
mendapat bantuan dari paroki. Sementara kakaknya yang pertama dan ke empat
tidak melanjutkan pendidikannya setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas.
Pada
tahun 1999, saat ia masih duduk di bangku Sekolah Dasar kelas III, Santos
mengalami situasi yang tidak menyenangkan. Dimana ia dan keluarganya dihadapkan
dengan konflik berdarah 1999. Konflik yang memakan ribuan korban jiwa. Konflik
dimana masyarakat Timor-Timur (sebutan Timor-Leste sebelum merdeka) dipaksakan
untuk memilih untuk bergabung dengan Republik Indonesia atau hidup di Negara
yang berdaulat. Saat itu, ia dan keluarganya harus lari ke hutan untuk
menyelamatkan diri dari serangan Milisi dan Laksaur (Kelompok Pro-Integrasi
dengan Indonesia). Semua tempat tinggal mereka dibakar oleh milisi dan laksaur.
Kakek dan nenek serta tantenya ditangkap oleh milisi dan laksaur. Selama
hidup di hutan keluarganya hanya berbekal makanan dari jagung yang ditumbuk,
serta makanan lokal seperti singkong, jagung, ubi serta talas. Hampir setahun
hidup di hutan, akhirnya bebas juga dari hutan, tepatnya pada akhir tahun 1999
dan awal 2000 setelah kondisi di Timor timur sudah mulai aman. Kelompok Milisi
dan Laksaur yang sering berkeliaran di daerah dekat persembunyian mereka pun
sudah mulai tak terlihat lagi keberadaannya. Hal itu dikarenakan adanya bantuan
tentara INTERFET (Tentara Perdamaian /Anggota PBB) serta bantuan militer
keamanan dari negara lain seperti newzeland, fizi, pakistan, slovakia, singapur
dan lain. Saat merasa kondisi sudah mulai aman santos bersama keluarganya
keluar dari hutan dan kembali ke kampung. Saat itu kakak pertama dan suaminya
pindah ke kabupaten Cova-lima untuk mencari lehidupan baru. 3 tahun kemudian
kakaknya yang nomor 3 serta suaminya ikut setelah dapat kabar dari kakal
pertamanya tentang kondisi di kabupaten dan adanya tempat tinggal disana.
Sementara Santos sama kakaknya nomor dua, dan nomor 5 serta ibunya tinggal di
kampung mereka.
Setelah
lulus dari bangku Sekolah Dasar Barut Toii pada 2004 Ia pindah ke Kahupaten
Cova-Lima. Disana ia tinggal bersama saudara perempuannya yang bernama Veronica
Dos Santos. Selama di Kabupaten, Tempat tinggalnya tidak tetap dikarenakan ia
orang yang tidak mau menerima nasehat kakaknya atau orang lain, Sehingga ia
sering dimarahin, akibatnya ia sering berpindah tempat tinggal. Pernah suatu
hari ia dikurung dalam kamar untuk dinasehati, tapi saat kakaknya sedang
menasehatinya, ia keluar lewat jendela. Bahkan ia sering banting barang-barang
dalam kamarnya bila kakaknya menasehatinya. Walaupun keras lepala namun ia
rajin belajar dan gak pernah bolos sekolah. Ia juga sering mendapatkan renking
di kelas. Oleh karena kecerdasannya ia sering dijuluki cowok yang menglamorkan
hati banyak wanita.
Tahun
2007 ia lulus dari Sekolah Menengah Pertama, SMP Sandalwood. Setelah lulus dari
ia melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Atas, SMAN 01 Suai Cova-Lima.
Masa-masa Remajanya ia menghabiskan saat ia duduk di bangku SMA. Di masa-masa
ini pula lah ia mulai mengenal betapa indah dan kejamnya dunia romantisme. Asty
adalah cewek pertama yang mengajarkan ia mengenal dunia romantisme. Setahun
setelah lulus dari SMA pada 2010, ia pindah ke Jogja untuk melanjutkan
pendidikannya.
Awal
mula Ia mendaftarkan diri Universitas Ahmad Dalan (UAD) Yogyakarta. Ia memutuskan untuk
mengambil jurusan Teknik Informatika. Setelah lolos dari seleksi, Ia memutuskan
untuk mendaftarkan diri di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, mengambil
Jurusan Hubungan Internasional. Setelah menerima hasil seleksi, Ia dinyatakan
lolos, dan akhirnya Ia memutuskan untuk menekuni pendidikan di Universitas
tersebut.
Setelah
melewati proses yang panjang, akhirnya tahun 2018 Ia lulus dari Universitas
Muhammadiya Yogyakarta, dengan predikat Lulusan Terbaik. Dan kini, Ia sedang
bekerja di salah satu Organisasi Non-Governmental (NGO) dari Australia, yang
berdomisili di Timor-Leste.
0 Comment:
Posting Komentar
Monggo, Jika Anda Ingin Komentar, Tapi Tolong Gunakan Bahasa Yang Sopan.
Monggo, Jika Anda Ingin Kritik, Tapi Tolong Kritik Yang Membangun.