Surat
Terakhir
Hay apa kabar?
Masih ingat aku? Ya, wanita
dua tahun yang lalu yang setia mendampingimu. Kalau surat ini sudah sampai
padamu, berarti kita sudah berada di alam yang berbeda. Melalui surat ini aku
ingin berpamitan padamu dan juga memohon maaf untuk semua kesalahanku yang
dulu. Sebenarnya aku ingin langsung menyampaikan padamu tanpa melalui surat
ini, namun aku sudah tidak memiliki kontakmu. Beberapa kali kucoba untuk
menghubungimu melalui sosial media, namun hingga surat ini kukirimkan padamu
belum ada yang kau balas. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk menulis surat
ini. Saat memutuskan untuk mengirimimu surat ini, aku sempat dilanda
kebingungan, kemana akan kukirim surat ini? karena aku tak tau posisimu saat
ini dimana. Syukurlah dulu kau banyak mengenalkanku dengan teman dan saudaramu.
Dan banyak pula diantara mereka yang berteman denganku di sosial media. Aku
meminta alamatmu dari kak Tora, karena diantara yang lain aku lebih
mengenalnya. Maaf karena aku tidak meminta izinmu terlebih dahulu.
Mungkin kau bertanya, kenapa
aku harus berpamitan padamu? Karena kau merupakan sepenggal kisah dari cerita
kehidupanku. 4 tahun 5 bulan dari cerita kehidupanku ada bersamamu, sebelum
semuanya berakhir di bulan November. Berakhirnya hubungan kita ku fikir merupakan
kebahagiaan untukmu. Aku melihatnya dari unggahan-unggahan di sosial mediamu.
Senyummu begitu lebar, seperti tidak ada lagi beban dalam hidupmu dan kau juga
dikelilingi banyak teman. Namun tidak buatku, tepat satu bulan setelah hubungan
kita berakhir aku didiagnosa terkena kanker otak dan sudah memasuki stadium
akhir. Melihat kondisiku seperti ini, dokter mengatakan kalau hidupku tidak
lama lagi. Dalam hati aku berdoa ‘ya Allah jika memang ini akhir dari hidupku,
aku ikhlas. Tapi jangan Kau ambil dulu nyawaku, tugasku belum selesai. Izinkan
aku untuk menyelesaikan tugasku dan berkumpul dengan keluarga sebentar”
Bulan Februari merupakan bulan
yang sangat kau nantikan sejak lama. Ya, bulan dimana ceremoni kelulusanmu.
Dari kejauhan aku melihatmu, kau begitu sangat bahagia dan kau begitu gagah
menggunakan toga itu. Ku lihat disamping kiri kananmu ada keluarga dan
teman-temanmu. Kalian begitu bahagia dengan mengekspresikan berbagai macam gaya
dalam foto. Sebenarnya aku sangat ingin menghampirimu dan mengucapkan selamat
untuk perjuanganmu selama ini agar bisa menggunakan toga ini. tapi aku takut
merusak suasana hatimu saat itu. Sebenarnya saat seseorang memberikanmu hadiah
dariku, aku ingin tetap berdiri ditempatku agar kau bisa melihatku. Namun saat
itu, tiba-tiba kepalaku begitu sakit dengan hebatnya dan aku tak ingin
merepotkanmu dan orang-orang disana untuk mengurusku, jika aku pingsan. Maka
aku memutuskan untuk pergi. Kau masih ingat kejadian ini? Aku pergi bukan
meninggalkanmu, hanya saja untuk menjauh dari keramaian. Dan benar saja, aku
pingsan. Tapi syukurlah saat itu tidak ada orang yang tau, jadi aku tidak
merepotkan orang lain. Jam 18.00 aku tersadar.
Malam itu sebenarnya aku
sangat ingin menghadiri perayaan kelulusanmu, karena seperti sebelum-sebelumnya
jika anak Timor- Leste ada yang wisuda maka malamnya akan ada perayaan bersama
teman-teman. Tapi aku ga tau lokasi perayaan itu. Terbesit difikiranku untuk
pergi ke pantai depok, karena biasanya kalian mengadakan acaranya disana. Namun
aku berfikir dengan kondisiku yang sudah seperti ini, aku ga mungkin kesana.
Aku takut penyakitku kambuh dan merusak acara perayaan kelulusanmu. Akhirnya
aku memutuskan untuk tetap di asrama dan aku merayakan kelulusanmu dengan
mendoakanmu, semoga ini menjadi langkah awal menuju kesuksesanmu dan kedepannya
setiap langkahmu dimudahkan oleh Tuhan. Cukuplah saat kuliah saja, cerita
hidupmu begitu pahit dan perjuanganmu begitu keras.
Setahun setelah itu aku
mendapat kabar dari saudaramu, kalau kau sedang sakit. Hepatitismu semakin parah
sehingga kau dirawat di rumah sakit. Aku fikir ini saat yang tepat untuk kita
berjumpa kembali disisa umur kita yang mungkin tidak lama lagi. Dan aku
bersyukur Tuhan masih memberikan aku umur sampai selama ini. Akhirnya aku
terbang ke Timor Leste untuk melihat kondisimu. Nama rumah sakit dan di ruangan
apa kau dirawat sudah kudapat dari saudaramu. Akhirnya kita bertemu, namun kau
tidak menyadari keberadaanku disana. Dan memang tidak ada yang menyadari
keberadaanku disana dari orang-orang yang pernah ku kenal dulu. Aku hanya
melihatmu dari kaca pintu. Sebenarnya aku ingin masuk, namun ku lihat ada
wanita yang sedang duduk disampingmu sambil memegang tanganmu. Tiga hari aku
disana dan wanita itu selalu setia berada disampingmu dan terus menggenggam dan
memandangmu. Kulihat sesekali kalian bercanda dan saling memberikan tatapan
kehangatan. Akhirnya kuputuskan untuk kembali ke Indonesia, karena ku fikir kau
akan baik-baik saja. Dan benar saja, satu minggu setelah kepulanganku kau sudah
pulang dari rumah sakit.
Enam bulan kemudian kau
mengunggah foto pernikahanmu. Tanpa sadar air mataku terjatuh saat melihat foto
itu. Aku bahagia, akhirnya kau menemukan orang yang sesuai dengan harapanmu.
Aku pun mengucapkan selamat atas pernikahanmu dengan mengomentari foto itu di
akun sosial mediamu. Namun kau tidak merespon komentarku dan hanya komenku yang
tidak kau respon. Kau menyadarinya? Melihat foto ini aku teringat perkataanku
dulu semasa kita masih bersama. Bahwa aku ingin menemanimu menuju proses
kesuksesan itu, walaupun kelak bukan aku yang ada disampingmu saat kau sudah mendapatkannya.
Apakah kau juga mengingatnya saat ini?
Tiga bulan setelah itu
kondisiku memburuk. Aku berusaha menyembunyikan semuanya dari keluargaku hingga
akhirnya aku beristirahat dengan tenang. Ku fikir Tuhan mengabulkan keinginanku
untuk mencintaimu sampai 1000 tahun lagi, hingga di akhir hayatku hanya namamu
yang kubawa dalam peristirahatan terakhirku. terimakasih untuk warna yang kau
berikan di hidupku, terimakasih untuk cerita yang telah kita tulis bersama, dan
terimakasih untuk memberikanku kesempatan menjadi bagian dari perjuanganmu. Aku
pamit ya, semoga kelak kita dapat bertemu kembali dalam dunia yang berbeda.
Simpang benar, 20
Agustus 2019
SEKAR